Translate

Monday 8 June 2015

ASBAB AL-NUZUL



BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Asbab al-Nuzul, terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa. Asbab al-Nuzul ada kalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum suatu masalah, sehingga al-Qur'an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau pertanyaan tersebut. Asbab al-Nuzul mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.
Al-Qur'an diturunkan untuk memahami petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah SWT dan risalah-Nya, sebagian besar al-Qur'an pada mulanya diturunkan untuk tujuan menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah SWT.
B.       Rumusan Masalah
Adapunperumusanmasalah yang akandibahasadalahsebagaiberikut:
1.    Apa pengertian Asbab Al-Nuzul?
2.    Apa fungsi dari Asbab Al-Nuzul?
3.    Bagaimana cara-cara untuk mengetahui Asbab Al-Nuzul?
4.    Apa saja jenis-jenis riwayat Asbab Al-Nuzul?
5.    Bagaimana pandangan tentang Asbab Al-Nuzul?
C.      Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.    Pengertian Asbab Al-Nuzul.
2.    Fungsi dari Asbab Al-Nuzul.
3.    Cara-cara untuk mengetahui Asbab Al-Nuzul.
4.    Jenis-jenis riwayat Asbab Al-Nuzul.
5.    Beberapa pandangan tentang Asbab Al-Nuzul.















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Asbab Al-Nuzul
Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk dalam menghadapi berbagai situasi. Ayat-ayat tersebut diturunkan dalam keadaan dan waktu yang berbeda-beda. Kata asbab (tunggal: sabab) berarti alasan atau sebab. Asbab al-nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat.[1]
Berikut ini adalah pengertian asbab al-nuzul menurut beberapa pendapat:
1.      Menurut al-Zarqani, asbab al-nuzul adalah suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan turunnya sutu ayat.
2.      Peristiwa-peristiwa pada masa ayat AlQuran itu diturunkan (yaitu dalam waktu 23 tahun), baik peristiwa itu terjadi sebelum atau sesudah ayat itu diturunkan.[2]
3.      Shubhi al-Shalih, asbab al-nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat yang memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu.
4.      Ash-Shabuni mendefinisikan asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya beberapa ayat yang berhubungan dengan kejadian itu, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi SAW ataupun kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
5.      Nurcholis Madjid menyatakan bahwa asbabun nuzul adalah konsep, teori, atau berita tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-qur’an kepada nabi saw, baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat atau satu surat.
Unsur-unsur yang penting diketahui perihal asbab al-nuzul ialah adanya satu atau beberapa kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, dan ayat-ayat itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu. Jadi ada beberapa unsur yang tidak boleh diabaikan dalam analisa asbab al-nuzul, yaitu adanya suatu kasus atau peristiwa, adanya pelaku peristiwa, adanya adanya tempat peristiwa, dan adanya waktu peristiwa. Kualitas peristiwa, pelaku, tempat, dan waktu perlu diidentifikasi dengan cermat guna menerapkan ayat-ayat itu pada kasus lain dan di tempatdan waktu yang berbeda.
Sebenarnya jika yang dimaksud asbab al-nuzul adalah hal-hal yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an, semua ayat-ayat al-Qur’an mempunyai asbab al-nuzul. Tujuan utama al-Qur’an ialah hendak mentransformasikan umat Nabi Muhammad dari situasi yang lebih buruk kesituasi yang lebih baik menurut ukuran Tuhan. Kondisi objektif yang lebih buruk itulah yang menjadi sebab ayat-ayat al-Qur’an diturunkan. Selama kurang lebih 23 tahun ayat-ayat al-Qur’an diturunkan bagaikan suatu paket yang tak dapat dipisahkan antara satu ayat dengan yang lainnya.[3]
Dari semua pengertian atau definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asbabun nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi apa-apa yang turun dalam al-qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan atau memberikan keterangan tentang persoalan ataupun peristiwa.
Mengutip pengertian dari Dr. Subhi Shaleh, kita dapat mengetahui ada kalanya asbabun nuzul berupa peristiwa atau juga berupa pertanyaan. Asbabun nuzul berupa peristiwa itu terbagi menjadi 3, yaitu :
1.      Peristiwa berupa pertengkaran
Kisah turunnya surat Ali-Imran: 100, yang bermula dari adanya perselisihan antara Suku Aus dan Suku Khazraj, Perselisihan ini timbul dari intrik-intrik yang ditiupkan orang-orang Yahudi, sehingga mereka meneriakkan “Senjata, Senjata”.
2.      Peristiwa berupa kesalahan yang serius, contohnya peristiwa seseorang yang mengimami sholat dalam keadaan mabuk, sehingga salah dalam membaca surat Al-Kafirun. Peristiwa ini menyebabkan turunnya surat An-Nisa’: 43.
3.      Peristiwa berupa cita-cita dan keinginan, contohnya keinginan Umar bin Khattab ingin menjadikan makam nabi Ibrahim sebagai tempat sholat yang dikemukakan kepada Nabi SAW dan dijawab dengan turun ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 125 :
Hai ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Anas ra. Asbabun Nuzul dalam bentuk pertanyaan ada 3 macam, yaitu :
1.    Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti :
وَيَسْأَلُونَكَ عَن ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْراً
Artinya:   “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah : Akan kubacakan kepadamu kisahnya.” (QS. Al-Kahfi : 83).
2.         Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang terjadi pada saat itu, contohnya ayat :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً
Artinya:      “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah : Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85)
3.    Pertanyaan tentang masa yang akan datang
Allah menurunkan surah al-Nazi’at (79) ayat 42 yang berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah SAW tentang masa yang akan datang, yaitu hari kiamat.
Menurut Al-Zarqoni dan Al-Ja’bari, dilihat dari peristiwa yang terkait dapat dikelompokkan sebagai berikut
1.  Ayat yang diturunkan dengan mubtada’an tanpa ada peristiwa yang terjadi saat ayat itu diturunkan Allah SWT. Turunnya ayat ini semata-mata karena Allah memberikan petunjuk kapada manusia. Kehendak-Nya untuk memberikan petunjuk inilah yang menjadi asbabun nuzul dari ayat atau beberapa ayat tersebut. Ayat-ayat ini lebih banyak jumlahnya terutama mengenai prinsip-prinsip keimanan, keislaman, dan akhlak yang luhur.
2.  Ayat yang diturunkan Allah SWT dengan sebab khusus atau peristiwa tertentu. Ayat ini jumlahnya tidak banyak. Misalnya, Allah SWT menurunkan surah al-anfal (8) yang menjelaskan berbagai persoalan mengenai perang, surah al-tholaq (65) yang membicarakan masalah yang berkaitan dengan talaq. Peristiwa sebelum atau saat ayat turun itu para mussafir menganggapnya sebagai asbabun nuzul.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul terbagi menjadi
   Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu, dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu)
   Ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid ( ini persoalan yang terkandung dalam satu ayat atau kelompok ayat lebih dari satu, sedangkan sebab turunnya satu)
   Redaksi Asbabun nuzul, yang dimaksud dengan ungkapan (redaksi) ini terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula kandungan hukum ayat.
Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun nuzul itu terjadi pada masa Rasulullah SAW atau pada masa saat ayat al-qur’an diturunkan. Jadi kita mengetahui asbabun nuzul itu dari penuturan para sahabat Nabi yang menyaksikan peristiwa itu. hal ini berarti asbabun nuzul haruslah berupa riwayat yang dituturkan para sahabat. Para sahabat dalam menuturkan sebab nuzul menggunakan ungkapan (redaksi) yang berbeda dari satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Perbedaan ungkapan itu tentunya mengandung perbedaan makna yang memiliki impikasi pada status sebab nuzulnya.Macam-macam ungkapan (redaksi) yang digunakan para sahabat untuk menuturkan sebab nuzulnya , antara lain :
1.  Kata سبب (sebab) , contohnya
سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا  (sebab turunnya ayat ini)
Ungkapan (redaksi) ini disebut ungkapan (redaksi) yang sharih (jelas/tegas). Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi ini, menunjukkan betul-betul sebagai latar belakang turunnya ayat tidak mengandung makna yang lain.
2.  Kata فـــ (maka) , contohnya
حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ(telah terjadi peristiwa ini dan itu maka turunlah ayat)
Ungkapan (redaksi) ini sama pengertiannya dengan penggunaan kata sababu, yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
3.  Kata في (mengenai/tentang), contohnya
نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيْ كَذَا و كَـذَا (ayat ini turun mengenai ini dan itu)
Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menyebutkan sebab turunnya ayat. Masih terdapat kemungkinan terkandung makna lain.
   Satu Ayat dengan Sebab Banyak
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih mengenai sebab turunnya ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis. Permasalahannya ada empat bentuk, yakni :
o  Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan yang lainnya tidak.
o  Kedua, kedua riwayatnya shahih akan tetapi salah satunya memiliki penguat (Murajjih) dan yang lainnya tidak
o  Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak memiliki penguat (Murajjih). Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.
o  Keempat, keduanya shahih dan keduanya tidak memiliki penguat (Murajjih),akan tetapi keduanya tidak mungkin diambil sekaligus.
   Banyaknya Nuzul dengan Satu Sebab
Terkadang banyak ayat yang turun sedangkan sebabnya hanya satu. Karena itu banyak ayat yang turun dalam berbagai surat mengenai satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-Tharbani, dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Wahai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebut kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah Menurunkan QS. Ali-Imran :195 untuk menjawabnya.”
Begitu pula dengan hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Aku telah bertanya, Wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalam Al-Qur’an seperti kaum laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau membacakan: “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: “Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Di samping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian dibanding laki-laki. Maka Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah Dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32)
Ketiga ayat di atas diturunkan karena satu sebab.
   Beberapa Ayat yang Turun Mengenai Satu Orang
Terkadang seorang sahabat mengenai peristiwa lebih dari satu kali dan Al-Qur’an turun mengenai satu peristiwa,maka dari itu kebanyakan al-quran turun sesuai dengan peristiwa yang terjadi, misalnya seperti apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab al-adahi mufiat tentang berbakti kepada orang tua, dari Saad bin Abi Waqos ada empat ayat al-quran turun berkenaan dengan aku:
Pertama, ketika ibuku bersumpah dia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad lalu Allah menurunkan ayat, ” Dan jika memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergilah keduanya di dunia dengan baik.”(luqman:15)
Kedua, ketika aku mengambil sebuah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada Rasulullah, ”berikan aku pedang ini” maka turunlah ayat. Mereka bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang (al-anfal:01).
Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah mengunjungiku dan aku bertanya kepada beliau: ”Rasulullah aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan separuh nya?” Beliau menjawab: ”tidak” aku bertanya: ”bagaimana jika sepertiganya?” Rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu diperbolehkan.
Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khomr) bersama kaum ansor, seorang memukul hidungku dengan tulang rahang unta, lalu aku datang kepada Rasulullah , maka Allah swt melarang minum khomr. Dalam hal ini telah turun wahyu yang sesuai dengan banyak ayat.

B.       Fungsi Asbab al-Nuzul
Perlunya mengetahui asbab al-nuzul, al-Wahidi berkata: ”Tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat al-Qur’an tanpa mangetahui kisahnya dan sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami makna al-Qur’an”. Ibnu Taimiyah berkata: “Mengetahui sebab turun ayat membantu untuk memahami ayat al-Qur’an. Sebab pengetahuan tentang “sebab” akan membawa kepada pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat)”.
Namun sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua al-Qur’an harus mempunyai sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak semuanya harus diketahui, sehingga tanpa mengetahuinya ayat tersebut bisa dipahami, Ahmad Adil Kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat al-Qur’an melalui tiga cara:
1.    Ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada Nabi.
2.    Ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
3.    Ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelompok.
Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui (hukum) karena asbabal-nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru. Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, (ayat yang menyangkut kisah dalam al-Qur’an).Kebanyakan ayat-ayat kisah turun tanpa sebab yang khusus, namun ini tidak benar bahwa semua ayat-ayat kisah tidak perlu mengetahui sebab turunnya, bagaimanapun sebagian kisah al-Qur’an tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan tentang sebab turunnya.
Fungsi memahami asbab al-nuzul antara lain sebagai berikut:
1.    Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, jenis kelamin, dan agama. Jika dianalisa secara cermat, proses penetapan hukum berlangsung secara manusiawi, seperti penghapusan minuman keras, misalnya ayat-ayat  al-Qur’an turun dalam empat kali tahapan, yaitu Q.s. al-Nahl/ 16:67, Q.s. al-Baqarah/2:219, Q.s. al-Nisa/ 4:43, dan Q.s. al-Maidah/ 5:90-91.
2.    Mengetahui asbab al-nuzul akan membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat. Misalnya Urwah ibn Zubair mengalami kesulitan dalam memahami hukum fardhu sa’i antara Shafa dan Marwah, Q.s. al-Baqarah/2:158:
Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah dalah sebagian dari syiar-syiar Allah. Barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”
Urwah ibn Zubair kesulitan memahami “tidak ada dosa” di dalam ayat ini. Ia lalu menanyakan kepada Aisyah perihal ayat tersebut lalu Aisyah menjelaskan bahwa peniadaan dosa di situ bukan peniadaan hukum fardhu. Peniadaan di situ dimaksudkan sebagai penolakan terhadap keyakinan yang telah mangakar di hati kaum Muslimin ketika itu, bahwa melakukan sa’i diantara Shafa dan Marwah termasuk perbuatan jahiliyah. Keyakinan ini didasarkan atas pandangan bahwa pada masa pra Islam di bukit Shafa terdapat sebuah patung yang disebut Isa dan di bukit Marwah ada sebuah payung yang disebut Na ilah. Jika melakukan sa’i diantara dua bukit itu maka orang-orang Jahiliyah sebelumnya mengusap kedu patung tersebut. Ketika Islam lahir, patung-patung tersebut dihancurkan, dan sebagian umat Islam enggan melakukan sa’i di tempat itu, maka turunlah ayat ini (Q.s. al-Baqarah/2:158)
3.    Pengetahuan asbab al-nuzul dapat mengkhususkan (takhshis) hukum terbatas pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah “sabab khusus”. Sebagai contoh turunnnya ayat-ayat zhihar pada permulaan surah al-Mujadalah, yaitu dalam kasus Aus ibn al-Shamit yang menzihar istrinya, Khaulah binti Hakam ibn Tsa’labah. Hukum yang terkandung di dalam ayat-ayat ini khusus bagi keduanya dan tidak berlaku bagi orang lain.
4.    Yang paling penting ialah asbab al-nuzul dapat membantu memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu diterapakan. Maksud yang sesungguhnya suatu ayat dapat dipahami melalui pengenalan asbab al-nuzul.[4]

C.      Cara-Cara Mengetahuai Asbab al-Nuzul
Asbab al-nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat dipegang. Riwayat yang dapat dipegang ialah riwayat yang memenuhisyarat-syarat tertentu sebagaimna ditetapkan para ahli hadist. Secara khusus dari riwayat asbab al-nuzul ialah riwayat dari orang yang terlibat dan mengalami peristiwayang diriwayatkannya ( yaitu pada saat wahyu diturunkan). Riwayat yang berasal dari para tabi’in yang tidak merujuk pada rasulullah dan para sahabatnya, dianggap lemah (dha’if). Sebab itu seseorang tidak dapat begitu saja menerima pendapat seseorang penulis atau orang seperti itu bhwa suatu ayat diturunkan dalam keadaan tertentu. Karena itu, kita harus mempunyai pengetahuan tentang siapa yang meriwayatkan peristiwa tersebut, dan apakah waktu itu ia memang sunguh-sungguh menyaksiakan, dan kemudian siapa yang menyampaikannya kepada kita.[5]

D.      Jenis-Jenis Riwayat Asbab al-Nuzul
Riwayat-riwayat asbab al-nuzul dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan tegas, dan riwayat-riwayat yang tidak pasti (mumkin).
Kategori pertama, para periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-nuzul, misalnya Ibn Abbbas meriwayatkan tentang Q.s. al-Nisa/4:59:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya,dan orang-orang yang memiliki kekuasaan (ulil amr) diantara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibn Hudzaifah ibn Qais ibn Adi ketika rasul menunjuknya sebagai panglima sariyya (detasemen, sebuah satuan tugas tentara). Sedangkan kategori kedua (mumkin) periwayat tidak menceritakan dengan jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-nuzul, tetapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinannya, misalnya riwayat Urwah tentang kasus Zubair yang bertengkar dengan seseorang dari kalangan Anshar, karena masalah aliran air (irigasi di al-Harra). Rasulullah bersabda:” Wahai Zubair, aliri air tanahmu, dan kemudian tanah-tanah disekitarmu.” Sahabat Anshar tersebut kemudian memprotes:” Wahai Rasulullah, apakah karena ini keponakanmu?” Pada saat itu Rasulullah dengan rona wajah yang memerah kemudian berkata :” Wahai Zubair, alirkan air ketanahnya hingga penuh, dan kemudian biarkan selebihnya mengalir ketetanggamu.” Tampak bahwa Rasulullah Saw memungkinkan Zubair memperoleh sepenuh haknya justru sesudah Anshar memnujnjukkan kemarahannya. Sebelumnya Rasulullah telah memberikan perintah yang adil bagi mereka berdua. Zubair berkata: “ Saya tidak bisa memastikan, hanya agaknya ayat itu turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.” Ayat yang dimaksud ialah Q.s. al-Nisa /4:65:
Artinya:   Maka demi Tuhan mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terahdap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya “.
Mengenai jenis-jenis asbab al-nuzul dapat dikategorikan kedalam beberapa bentuk sebagai berikut:
1.         Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk sebab turunya ayat sebagai tanggapan terhadap suatu peristiwa, misalnya riwayat ibn Abbas bahwa Rasulullah perna ke al-Bathha, dan ketika turun dari gunung beliau berseru: “ Wahaw para sahabat, berkumpullah!” Ketika melihat orang-orang Quraisy  yang juga ikut mengelilinginya, maka beliau pun bersabda:” apakah engkau akan percaya, apabila aku katakan bahwa musuh tengah mengancam ari balik punggung gunung  dan mereka bersiap-siap menyebrang entah dipagi hari ataupun dipetang hari?” Mereka menjawab:” Ya, kami percaya wahai Rasulullah!” Kemudian Nabi melanjutkan,” Danaku akan menjelaskan kepada mu tentang beberapa hukuman.” Maka Abu Lahab berkata:” Apakah hanya untuk masalah seperti ini engkau kumpulkan kami, wahai Muhammad?” Maka Allah kemudian menurunkan Q.s.al-Lahab/111
Artinya:”Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelakdia akan masuk kedalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, membawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali sabut.”
2.         Sebagai tanggapan atau suatu peristiwa khusus
Contoh sebab turunnya ayat sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus ialah turunnya surah al-Baqarah/2:158, sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
3.         Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi
Asbab al-nuzul lainnya ada dalam bentuk pertanyaan kepada Rasulullah, seperti turunnya Q.s. al-Nisa/4:11:
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimi tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian anak-anak laki-lakisama dengan bagian dua anak perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua penting dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan.”
Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban secara tuntas terhadap pertanyaan Jabir kepada Nabi, sebagaimana diriwayatkan Jabir: “Rasulullah datang bersama Abu Bakar, berjalan kaki mengunjungiku (karena sakit) di perkampungan Banu Salamah. Rasulullah menemukanku dalam keadaan tidak sabar sehingga beliau meminta agar disediakan air, kemudian berwudhu, dan memercikkan sebagian pada tubuhku. Lalu aku sadar, dan berkata: “Ya Rasulullah! Apakah yamg Allah perintahkan bagiku berkenaan dengan harta benda milikku?” Maka turunlah ayat di atas.
4.         Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi
Salah satu bentuk lain ialah Rasulullah Saw mengajukan pertanyaan, seperti turunnya Q.s Maryam/19:64:
Artinya: “Dan tidaklah kami (Jibril) turun,kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya lah apa-apa yang dihadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada diantara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.”
Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan Nabi, sebagaimana diriwayatka Ibn Abbasbahwa Rasulullah bertanya kepada Malaikat Jibril, “aApa yamg menghalangi kehadiranmu, sehingga lebih jarang muncul ketimbang masa-masa sebelumnya?” Maka turunlah ayat di atas.
5.         Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum
Dalam bentuk lain, ayat-ayat al-Qur’an diturunkan dalam rangka memberi petunjuk perihal pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat Nabi,seperti turunnya Q.s. al-Baqarah/2:222:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: ”Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid,dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Ayat itu turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan sahabat Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Tsabit oleh Anas bahwa di kalangan Yahudi, apabila wanita mereka sedang haid, mereka tidak makan bersama wanita tersebut, atau juga tidak tinggal serumah. Para sahabat yang mengetahui masalah itu kemudian bertanya kepada RasulullahSaw tentang hal ini., maka turunlah ayat di atas.
6.         Sebagai tanggapan terhadap orang-orang tertentu
Kadangkala ayat-ayat al-Qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau ornag-orang tertentu, seperti turunnya Q.s. al-Baqarah/2:196:
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban.”
Ka’b ibn Ujrah meriwayatkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan pelaksanaan haji dan umrah.jika ada seseorang yang merasa sakit atau ada gangguan di kepala, maka diberi kemudahan baginya. Ka’b ibn Ujrah sendiri merasakan ada masalah dengan kutu-kutu yang banyak di kepalanya, lalu ia sampaikan kepada Nabi, dan Nabi menjawab: “Cukurlah rambutmu dan gantikanlah dengan berpuasa tiga hari, atau menyembelih hewan kurban atau memberi makan untuk enam orang miskin, untuk masing-masing orang miskin satu sha.”
Contoh lain adalah rujukan tentang Nabi Muhammad Saw, di dalam al-Qur’an, seperti turunnya Q.s. al-Qiyamah/75:16-18:
Artinya: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan membuatmu pandai membacanya. Apabila Kami  telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.”
Menurut riwayat Ibn Abbas, ayat ini turun ketika Malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi. Nabi tampak menggerak-gerakkan lidah dan bibirnya, hal ini tampak amat berat baginya, dan gerakan tersebut merupakan petunjuk bahwa wahyu sedang turun.
7.         Beberapa sebab tapi satu wahyu
Terkadang wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab, misalnya turunnya Q.s. al-Ikhlas/112:
Artinya: “Katakanlah: ”Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tiada seorang pun yang setara dengan Dia.”
Ayat-ayat di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang-orang musyrik Mekah sebelum hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di Madinah sesudah hijrah.
8.         Beberapa wahyu tetapi satu sebab
Ada lagi beberapa ayat yang diturunkan untuk menanggapi satu peristiwa, misalnya ayat-ayat diturunkan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ummu Salamah, yakni mengapa hanya lelaki saja yang yang disebut dalam al-Qur’an, yang diberi ganjaran. Menurut al-Hakim dan Tarmizi, pertanyaan itu menyebabkan turunnya tiga ayat, yaitu Q.s. Alu Imran/3:195, Q.s. al-Nisa/4:32 dan Q.s. al-Ahzab/33:35.[6]

E.       Beberapa Pandangan tentang Asbab al-Nuzul
Para ulama tidak sepakat mengenai kedudukan asbab al-Nuzul. Mayoritas ulama tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai riwayat asbab al-nuzul, karena yang terpenting bagi mereka ialah apa yang tertera di dalam redaksi ayat.
Jumhur ulama kemudian menetapkan suatu kaidah:
Artinya: “Yang dijadikan pegangan ialah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab.”
Sedangkan sebagian kecil ulama memandang penting keberadaan riwayat-riwayat asbab al-nuzul di dalam memahami ayat. Golongan ini juga memetapkan kaidah:
Artinya: “yang dijadikan pegangan ialah kekhususan sebab, bukan kemuman lafal.”
Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan berdasarkan sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafal umum, maka yang dijadikan pegangan ialah lafal umum. Sebagai contoh, turunnya Q.s. al-Maidah/5:38:
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan pada masa Nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafal ‘am, yaitu isim mufrad yang dita’rifkan dengan alif lam (al) jinsiyyah. Mayoritas utama memahami ayat tersebut berlaku umum, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi sebab turunnya ayat.
Sebaliknya minoritas ulama menekankan pentingnya riwayat asbab al-nuzul dengan memberikan contoh tentang Q.s. al-Baqarah/2:115:
Artinya: “Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Jika hanya berpegang kepada redaksi ayat, maka hukum yang dipahami dari ayat tersebut ialah tidakwajib menghadap ke kiblat pada waktu shalat, baik dalam keadaan musafir atau tidak. Pemahaman seperti ini jelas keliru karena bertentangan dengan dalil lain dan ijma’ para ulama. Akan tetapi dengan memperhatikan asbab al-nuzul ayat tersebut, maka dipahami bahwa ayat itu bukan ditujukan kepada orang-orang yang berada pada kondisi biasa atau bebas, tetapi kepada orang-orang yang karena sebab tertentu tidak dapat menentukan arah kiblat.
Kaidah kedua lebih kontekstual, tetapi persoalannya adalah tidak semua ayat-ayat al-Qur’an mempunyai asbab al-nuzul. Ayat-ayat yang mempunyai asbab al-nuzul jumlahnya sangat terbatas. Sebagian diantaranya tidak shahih, ditambah lagi satu ayat kadang-kadang mempunyai dua atau lebih riwayat asbab al-nuzul.[7]

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Setelah mempelajari dan melihat pembahasan yang telah dijabarkan panjang lebar diatas, dapat kami simpulkan bahwasannya:
1.    Asbab al-nuzul didefinisikan sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan, serta memiliki faedah didalamnya.
2.    Fungsi memahami asbab al-nuzul
v Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, jenis kelamin, dan agama.
v Mengetahui asbab al-nuzul akan membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat.
v Pengetahuan asbab al-nuzul dapat mengkhususkan (takhshis) hukum terbatas pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah “sabab khusus”.
v Dapat membantu memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu diterapakan.
3.    Cara turunnya Asbab al-Nuzul itu:
v Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada Nabi.
v Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
v Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelompok.




[1] Prof. Dr. M. Quraish Shibab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, Dr. Badri Yatim, Dr. Dede Rosyada, Drs. Nasaruddin Umar, M.A. Ulum Al-Qur’an.Jakarta: Pustaka Firdaus. 2001. Hlm. 77
[2]Abu Anwar, M.Ag. Ulumul Qur’an. Pekanbaru: Amzah. 2002. Hlm. 29
[3]Ibid. Hlm.78
[4] Ibid. Hlm. 81
[5] Ibid. Hlm. 81
[6] Ibid. Hlm.89
[7] Ibid. Hlm. 91

No comments:

Post a Comment