Translate

Monday 8 June 2015

METODE DAKWAH DALAM AL-QUR’AN




KATA PENGANTAR

السلام عليكم ور حمة الله و بر كا ته


Bismillahirrahmanirrahin.

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia beserta isinya. Tiada Tuhan selain Allah temapat kita mencurahkan segalanya. Allah tiadak pernah membedakan umatnya hanya karena fisiknya, kepandaiannya, kelebihannya, tapi Allah membedakkan umatnya berdasarkan ketaqwaan yang dimiliki umatnya. Allah adalah satu-satunya yang kita sembah. Dia-lah Zat yang kita sembah,tempat kita meminta pertolongan dan ampunannya-Nya. Shalawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita,Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri teladan. Berkat Nabi-lah kita dapat merasakan dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan samapai saat ini. 
            Alhamdulillah kami ucapkan, karena masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini. Terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu untuk  menyelesaikan makalah ini. Namun penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan di dalam makalah. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Wassalamualaikum wr.wb


                                                                                    Pekanbaru,28 Maret 2015



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 2
DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
BAB I   PENDAHULUAN............................................................................... 4
  A.LATAR BELAKANG..................................................................... 4
  B.RUMUSAN MASALAH................................................................. 4
  C.TUJUAN........................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 5
  A.DEFINISI DAKWAH..................................................................... 5
  B.DALIL DAKWAH.......................................................................... 5
  C.TUJUAN DAKWAH....................................................................... 6
  D.METODE DAKWAH DALAM ALQUR’AN............................... 6
BAB III                                                                                                             PENUTUP               11
  A.KESIMPULAN.............................................................................. 11
  B.SARAN........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Salah satu kewajiban umat Muslim adalah berdakwah. Sebagian  ulama ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya fardu kifayah (kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan fardu ‘ain. Meski begitu, Rasulullah SAW tetap selalu mengajarkan agar seorang Muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik.
Jika kita melihat ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits Rasulullah saw,kita akan banyak menemukan fadhail (keutamaan) dakwah yang luar biasa. Dengan mengetahui, memahami, dan menghayati keutamaan dakwah ini seorang muslim akan termotivasi secara kuat untuk melakukan dakwah dan bergabung bersama kafilah dakwah di manapun ia berada. Mengetahui keutamaan dakwah termasuk faktor terpenting yang mempengaruhi konsistensi seorang muslim dalam berdakwah dan menjaga semangat dakwah, karena keyakinan terhadap keutamaan dakwah dapat menjadikannya merasa ringan menghadapi beban dan rintangan dakwah betapapun beratnya.
B.     RUMUSAN MASALAH
A.    Definisi dakwah islam!
B.      Dalil yang menjelaskan pentingnya berdakwah!
C.      Tujuan dakwah!
D.     Metode dakwah dalam al-qur’an!

C.     TUJUAN
Adapun tujuan dari pemilihan masalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan  kepada para pembaca tentang metode dakwah dalam al-qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi dakwah islam!
Kata Da’wah berasal dari kata kerja dalam bahasa arab دعا-يدعو-دعوة و دعاء, yang secara bahasa mempunyai beberapa makna: An-Nida’: memanggil, menyeru, mengundang. Ad-Dua’, Ad-Da’wah dan Ad-Da’iyah: Mengajak dan menghasung orang lain kepada suatu perkara, baik perkara yang baik maupun batil, perkara yang terpuji maupun yang tercela. Atau suatu usaha berupa perkataan atau perbuatan untuk menarik menusia kepada suatu aliran agama tertentu.[1]
Syaikh Jum’ah Amin Abdul Aziz, “Da’wah adalah mengajak manusia –melalui perkataan dan perbuatan da’I kepada islam, menerapakan manhajnya, memeluk aqidahnya, dan melaksanakan syari’atnya.[2]
B.     Dalil-dalil yang menjelaskan pentingnya berdakwah
1.      Perintah berdakwah dalam Al Quran
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
 ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ.
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dialah Yang Mahatahu tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS an-Nahl [16]: 125).
2.      Perintah berdakwah dalam As-Sunnah
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshariy Al-Badriy radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR. Muslim no.1893).
C.     Tujuan dakwah islam
1.      Tujuan utama dan satu-satunya da’wah islam adalah agar ummat manusia hanya beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun selain-Nya, dengan meniti syari’at Raasulullah sebagai pedoman hidup mereka.
2.      Dengan kata lain, Da’wah memiliki tujuan untuk mengeluarkan umat manusia; Dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid, dari kegelapan kufur menuju cahaya iman, dari kegelapan kebadohan menuju cahaya ilmu, dari kegalapan hawa nafsu dan pendapat manusia menuju jalan ittiba’ rasul, dari kegalapan kezholiman menuju cahaya keadlilan, dari kegelapan kemungkaran dan kemaksiatan menuju cahaya ketaatan.
3.      Da’wah yang benar akan mengantarkan umat manusia kepada ridha Allah, jalan yang lurus, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[3]

D.    Metode dakwah dalam al-qur’an
1.      Metode al-hikmah
Kata al-hikmah terulang sebanyak 210 kali dalam al-Qur’an.Secara etimologis, kata ini berarti kebijaksanaan, bagusnya pendapat atau pikiran, ilmu, pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, pepatah dan juga berarti al-Qur’an al-Karim. Hikmah juga diartikan al-Ilah, seperti dalam kalimat hikmah al-tasyri’ atau ma hikmah zalika dan diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat isinya.
Makna al-hikmah yang tersebar dalam al-Qur’an di 20 tempat tersebut, secara ringkas, mengandung tiga pengertian. Pertama, al-hikmah dalam arti “penelitian terhadap segala sesuatu secara cermat dan mendalam dengan menggunakan akal dan penalaran”. Kedua, al-hikmah yang bermakna “memahami rahasia-rahasia hukum dan maksud-maksudnya”. Ketiga, al-hikmah yang berarti “kenabian atau nubuwwah”.
Adapun kata al-hikmah dalam ayatادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِmenurut al-Maraghi (w. 1945), berarti perkataan yang jelas disertai dalil atau argumen yang dapat memperjelas kebenaran dan menghilangkan keraguan.
Dengan demikan, ungkapan bi al-hikmah ini berlaku bagi seluruh manusia sesuai dengan perkembangan akal, pikiran dan budayanya, yang dapat diterima oleh orang yang berpikir sederhana serta dapat menjangkau orang yang lebih tinggi pengetahuannya. Sebab, yang dipanggil adalah pikiran, perasaan dan kemauan. Dengan begitu, dipahami bahwa al-hikmah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dan pada tujuan yang dkehendaki dengan cara yang mudah dan bijaksana.
2.      Metode al-Maw’izah al-hasanah
Metode dakwah kedua yang terkandung dalam QS.Al-Nahl (16) ayat 125 adalah metode al-maw’izhat al-hasanah. Maw’izhat dari kataوعظ yang berarti nasehat. Juga berarti menasehati dan mengingatkan akibat suatu perbuatan, menyuruh untuk mentaati dan memberi wasiat agar taat.Kata maw’izat disebut dalam al-Qur’an sebanyak 9 kali.Kata ini berarti nasehat yang memiliki ciri khusus, karena mengandung al-haq (kebenaran), dan keterpaduan antara akidah dan akhlaq serta mengandung nilai-nilai keuniversalan.Kata al-hasanah lawan dari sayyi’ah, maka dapat dipahami bahwa maw’izah dapat berupa kebaikan dan dapat juga berupa keburukan.
Metode dakwah berbentuk nasehat ini ditemukan dalam al-Qur’an dengan memakai kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide-ide yang dikehendakinya, seperti nasehat Luqman al-Hakim kepada anaknya.Tetapi, nasehat al-Qur’an itu menurut Quraish Shihab, tidak banyak manfaatnya jika tidak dibarengi dengan teladan dari penasehat itu sendiri. Dalam hal ini, Rasulullah saw. yang patut dijadikan panutan, karena pada diri beliau telah terkumpul segala macam keistimewaan sehingga orang-orang yang mendengar ajarannya dan sekaligus melihat penjelmaan ajaran itu pada diri beliau sehingga akhirnya terdorong untuk meyakini ajaran itu dan mencontoh pelaksanaannya.
Maw’izhah disifati dengan hasanah (yang baik), menurut Quraish, karena nasehat itu ada yang baik dan ada yang buruk. Nasehat dikatakan buruk dapat disebabkan karena isinya memang buruk, di samping itu, ia juga dipandang buruk manakala disampaikan oleh orang yang tidak dapat diteladani.
Metode dakwah al-maw’izhah al-hasanah merupakan cara berdakwah yang disenangi; mendekatkan manusia kepadanya dan tidak menjerakan mereka; memudahkan dan tidak menyulitkan. Singkatnya, ia adalah suatu metode yang mengesankan obyek dakwah bahwa peranan juru dakwah adalah sebagai teman dekat yang menyayanginya, dan yang mencari segala hal yang bermanfaat baginya dan membahagiakannya.
Seorang da’i selain memberi nasehat kepada orang lain, juga kepada diri dan keluarga sendiri, bahkan harus lebih dahulu menasehati diri dan keluarganya, baru orang lain. Nasehat itu harus pula dibarengi dengan contoh kongkrit dengan maksud untuk ditiru oleh umat yang dinasehati, sebagaimana yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. seperti pelaksanaan shalat dan sebagainya. Selain itu, dipahami pula bahwa dakwah yang disampaikan itu tidak hanya teori, tetapi juga praktek nyata yang dilakukan oleh da’i itu sendiri.
3.      Metode al-Mujàdalah
Firman Allah, “Dan bantahlah mereka dengan jalan yang baik,” berdialoglah dengan mereka dengan lembut, halus, dan sapaan yang sopan, sebagaimana hal itupun deperintahkan Allah kepada Musa dan Harun tatkala diutus menghadap Fir’aun, seperti difirmankan, “Maka berbicaralah kamu  berdua dengannya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut.”(Thaha: 44)[4]
Al-Mujàdalah terambil dari kata جدل, yang bermakna diskusi atau perdebatan. Kata jadal (diskusi) terulang sebanyak 29 kali dengan berbagai bentuknya di beberapa tempat dalam al-Qur’an.
Dari kata-kata itu, yang menunjuk kepada arti diskusi mempunyai tiga obyek, yaitu: membantah karena: (1) menyembunyikan kebenaran, (2) mempunyai ilmu atau ahli kitab, (3) kepentingan pribadi di dunia. Dari berbagai macam obyek dakwah dalam berdiskusi tersebut, akan dititikberatkan pada obyek yang mempunyai ilmu. Berdiskusi dengan obyek semacam ini membutuhkan pemikiran yang tinggi dan wawasan keilmuan yang cukup. Sebab, al-Qur’an menyuruh manusia dengan istilah ahsan (dengan cara yang terbaik). Jidal disampaikan dengan ahsan (yang terbaik) menandakan jidal mempunyai tiga macam bentuk, ada yang baik, yang terbaik dan yang buruk.
Sayyid Qutb memberikan penjelasan tentang metode dakwah ini; dakwah dengan al-mujàdalah bi allatiy hiya ahsan ialah dakwah yang tidak mengandung unsur pertikaian, kelicikan dan kejelekan, sehingga mendatangkan ketenangan dan kelegaan bagi juru dakwah.Tujuan perdebatan bukanlah mencapai kemenangan, tetapi penerimaan dan penyampaian kepada kebenaran. Jiwa manusia itu mengandung unsur keangkuhan, dan itu tidak dapat ditundukkan dengan pandangan yang saling menolak, kecuali dengan cara yang halus sehingga tidak ada yang merasa kalah. Dalam diri manusia bercampur antara pendapat dan harga diri, maka jangan ada maksud untuk tidak mengakui pendapat, kehebatan dan kehormatan mereka.Perdebatan yang baik adalah perdebatan yang dapat meredam keangkuhan ini; dan pihak yang berdebat merasa bahwa harga diri dan kehormatan mereka tidak tersinggung. Sesungguhnya juru dakwah tidaklah bermaksud lain, kecuali mengungkapkan inti kebenaran dan menunjukkan jalan ke arah itu, yakni di jalan Allah, bukan di jalan kemenangan suatu pendapat dan kekalahan pendapat yang lain.
Dalam melaksanakan dakwah dengan model diskusi ini, seorang da’i, selain harus menguasai ajaran Islam dengan baik juga harus mampu menahan diri dari sikap emosional dalam mengemukakan argumennya. Dia tidak boleh menyinggung perasaan dan keyakinan orang lain, sebab akan merugikan da’i, sehingga usaha dakwah dapat mengalami kegagalan. Yang paling baik ialah bahwa seorang da’i harus mampu bersikap lemah lembut dan menghargai pendapat orang lain diskusi sehingga tercipta suasana yang kondusif di medan diskusi.Ayat ke 125 dari surat An-Nahl tersebut menggambarkan bahwa debat itu haruslah dalam rangka mengungkapkan kebenaran sebagai benar dan kebatilan sebagai batil di hadapan orang yang tetap ‘ngotot’ dengan kebatilannya dan kuat penentangannya sekalipun telah jelas kebenaran di antara kebatilan seperti jelasnya matahari di siang bolong. Caranya dengan merobohkan argumen batil, menyerang argumentasi  batil, serta menelanjangi kebatilan tersebut dengan argumentasi benar secara mengakar dan tepat, lalu dibangunlah kebenaran atas dasar argumen atau dalil yang tepat tersebut. Inilah hakikat debat yang dikehendaki Allah Swt.





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Da’wah adalah mengajak manusia –melalui perkataan dan perbuatan da’I kepada islam, menerapakan manhajnya, memeluk aqidahnya, dan melaksanakan syari’atnya.
Metode-metode dalam al-qur’an yaitu sebagai berikut:
1.      Metode al-hikmah
2.      Metode al-Maw’izah al-hasanah
3.      Metode al-Mujàdalah

B.     SARAN
Apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami selaku penulis menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun agar kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi makalah yang sempurna.










DAFTAR PUSTAKA

Fiqh Da’wah: Prinsip dan Kaidah Asasi Da’wah Isalm, hal. 27.
Lisanul ‘Arab, Al-Misbah Al-munir, dan AL-Mu’jam Al-Wasith pada entri do’a.
Majmu’ Fatawa 15/157.
Mizanul Muslim Barometer Menuju Islam Kaffah, Abu Ammar & Abu Fatiah Adnanai, hal. 156.
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Jilid 2, Hal.1078.




[1] Lisanul ‘Arab, Al-Misbah Al-munir, dan AL-Mu’jam Al-Wasith pada entri do’a.
[2] Majmu’ Fatawa 15/157.
[3] Mizanul Muslim Barometer Menuju Islam Kaffah, Abu Ammar & Abu Fatiah Adnanai, hal. 156.
[4] Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Jilid 2, Hal.1078.

No comments:

Post a Comment