Translate

Monday 8 June 2015

PSIKOLOGI DAKWAH INTERAKSI TAUHIDIYAH DA’I DAN MAD’U



A.    Tauhid Rububiyyat
Istilah rububiyyat berasal dari kata “rabb” yang dapat berarti memelihara, mengelola, memperbaiki, mengumpulkan, dan memimpin. Secara istilah, tauhid rububiyyat adalah meyakini bahwa Allah adalah Sang Pencipta, Sang Pengatur, Sang Pemberi rezeki, dan Sang Pengelola (mudabbir) bagi alam semesta.[1] Tauhid Rububiyyat menafikan adanya pengelola dan pengatur yang merdeka dan mandiri sepenuhnya oleh sesuatu selain dari-Nya, dan seandainya ada pengatur selain-Nya, maka yang demikian itu semata-mata atas izin dan perintah-Nya. Allah berfirman dalam surah Yunus ayat 3:

ان ر بكم الله الذى خلق السموات والارض فى ستة ايام ثم استوى على العرش يدبر الا مر ما من شفىع الل من بعد اذنه ذلكم الله ربكم فاعبد وه افلا تذكرون

“sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian ia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at sesudah ada izin dari-Nya. Yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran”.

Disamping itu, mengingat bahwa dunia ini adlah dunia sebab akibat, dan bahwa setiap gejala harus bersumber dan berlangsung melalui saluran yang memang dikhususkan dan ditetapkan baginya di alam wujud (keberadaan), maka Al-qur;an pun mengembalikan segala sesuatu yang timbul dan terjadi didunia kepada sebab-sebab alaminya, tanpa mengurangi adanya sifat penciptaan (khaliqiyat) Allah padanya. Dengan demikian, segala yang berlangsung di alam ini sebenarnya adlah akibat perbuatan Allah, disaat hal itu disebut pula sebagai perbuatan makhluk itu sendiri. Namun hendaknya dipahami, bahwa penisbahan dan pengaitan segala sesuatu kepada makhluk hanya ditinjau dari sisi “penyebab yang melaksanakan”, sedangkan penisbhan kepada Allah adalah ditinjau dari sisi “penyebab yang sebenarnya”.[2] Al-qur’an menunjuk kepada penisbahan ini dalam firman –Nya surah al-Anfal ayat 17,

فلم تقتلو هم ولكن الله قتلهم وما رميت ولكن الله رمى وليبلى المؤ ننين منه بلاء حسنا ان الله سميع عليم
“Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah lah yang membunuh mereka dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah lah yang melempar, (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka)dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Pada saat melukiskan Nabi SAW. Sebagai pelaku pelemparan, dalam kalimat “ketika kamu melempar”, Al-qur’an juga melukiskan Allah sebagai pelaku pelemparan sebenarnya. Hal itu menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW ketika melakukan pelemparan, sebenarnya ia melakukannya karna semata-mata dengan kemampuan yang dilimpahkan oleh Allah kepadanya. Sehingga deengan demikian, perbuatannya itu adalah perbuatan Allah SWT juaga, bahkan pengaitan dan penisbahan perbuatan itu kepada Allah dapat dikatakan jauh lebih kuat daripada pengaitan dan penisbahannya kepada si hamba. Sedemikian kuatnya, sehingga lebih tepat apabila hal itu disebut saja sebagai “perbuatan Allah” semata. Akan tetapi betapapun kuatnya penisbahan perbuatan itu kepada Allah hal tersebut tidak menyebabkan Allah dapat disebut sebagai bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hambanya. Memang benar, bahwa gejala tersebut pada mulanya berkaitan dengan Allah dan timbul dari-Nya, namun mengingat bagian akhir dari penyebab yang sempurna bergantung pada kemauan dan kehendak manusia, sehingga seandainya tidak ada kemauan dan kehendak tersebut, gejala itu tidak terwujud, maka wajarlah bahwa si manusialah yang dianggap bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.




B.     Tauhid dalam Penciptaan (Khaliqiyat)
Yang dimaksud dengan tauhid dalam penciptaan ialah tidak adanya pencipta (khaliq) yang sebenarnya dalam wujud alam semesta ini selain Allah, dan tidak ada pelaku yang bertindak sendiri dan sepenuhnya merdeka selain Allah. Segala sesuatu dialam raya ini, baik yang berupa bintang-bintang, bumi, gunung-gunung, lautan, logam, awan. Guruh, petir, manusia, tumbuhan, hewan, malaikat, jin maupun segala sesuatu lainnya yang biasa disebut sebagai “pelaku” atau “penyebab”, pada hakikatnya adalah benda-benda (maujudat) yang tidak dapat bertindak sendiri secara sempurna, dan tidaj memiliki pengaruh yang mandiri sepenuhnya. Segala pengaruh yang dinisbahkan kepada maujudat itu, tidaklah berasal dari zat-zatnya sendiri secara  merdeka dan mandiri, tetapi semua pengaruh itu bemuara kepada Allah. Dengan demikian, segala sebab akibat, kendatipun adanya keterkaitan antara kedua-duanya adalah makhluq (hasil ciptaan) Allah kepada-Nyalah bermuara seliuruh kausalitas dan kepada-Nyalah bermuara segala sebab. Dialah yang melimpahkan semua itu kepada selagala benda, dan Dia pulalah yang mencabut semua jika diingankan oleh-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allahdalam al-qur’an surah al-ra'd ayat 13: 16
قل من ربالسموات والارض قل الله قل افا تخذتم من دونه اوليا ء لايملكم ن لافسهم تفعا ولا ضرا قل هل يستوي الاعمى والبصير ام هل تستوي الظلمات والنور ام جعلو االله شركاء خلقوا كخلقه فتشابه الخلق عليهم قل الله خالق كل شيء وهوالوا حدالقهار
“katakanlah: siapakah tuhan langit dan bumi?” jawabannya : “Allah” katakanlah maka patutlah kamu mengambil peindung-pelindung dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudaratan bagi diri mereka sendiri? “. Katakanlah:”adakah sama orang  buta dengan orang yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang apakah meraka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaannya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurt pandangan mereka?”. Katakanlah:” Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dialah tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”.
Dan dalam surah al-Zumar ayat 39:62,
الله خالق شيء وهو على كل شيء وكيل
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia melihat segala sesuatu”

C.     Tauhid Uluhiyyat
Tauhud uluhiyyat adalah mengimani Allah sebagai satu-satunya yang harus disembah (al-ma’bud), dan tiada selain-Nya yang patut disembah. Hal ini merupakan ppokok yang disepakati oleh kaum muslimin, tak seorang pun berbeda pendapat dalam ini, baik dimasa lalu maupun sekarang. Sesorang tidak dapat disebut sebagai muslim sebelum ia mengakui adanya pokok ajaran islam.
Pokok utama setiap dakwah para nabi dan Rosul sepanjang masa ialah menyeru manusia agar menunjukan ibadahnya hanya kepada Allah Yang Maha Esa, seraya menjauhkan diri dari menunjukannya kepada apa dan siapa pun selain-Nya. Tauhid dalam uluhiyyat serta pembebasan diri dari belenggu kemusyikkan dan keberhalaan ( watsaniyat), merukan yang terpenting diantara ajaran-ajaran agama-agama samawi, dan yang  paling menonjol diantara risallah-risallah para nabi. Sedemikian pentingnya, sehingga seolah-olah para nabi dan rosul tidaklah diutus kecuali demi satu sasaran saja, yaitu memperkokoh pondasi tiang-tiang pancang tauhid serta pemberantasan kemusyikan. Dengan amat jelas al-qur’an menyebutkan tentang hakikat ini dalan surah an-Nahl ayat 36,

ولقد بعثنا في كل امة رسولا ان اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت فمنهم من هدى الله ومنهم من حقت عليه الضلالة فسيروا ققي لارض فانظروا كيف كان عاقبة المكذبين

“dan sesungguhnaya kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan,” sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut”. Maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah da nada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagai mana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rosul-rosul)”.


Dan dari surah al-anbiya’ ayat 21:25

وما ارسلنا من قبلك من رسول الانوحي اليه انه لا اله الا انا فاعبدون

“Dan kami tidak mengutus seorang rasulku sebelum kamu,melainkan kami wahyukan kepadanya.  Bahwasannya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.      

Di bagian lain, al-qur’an melukiskan tauhit uluhiyyat sebai suatu yang menjadi dasar bersama bagi semua syariat samawi,

قل يااهل الكتاب تعالوا الى كلمة سواء بيننا وبينكم الا نعبد الا الله ولا نشرك به شيىا ولا يتخذ بعضنا اربابا من دون الله فان تولوا فقولوا اشهدوا بانا مسلمون

“katakanlah hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada satu kalimat (ketetapan) yang tadak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah, dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. jika mereka berpaling, maka katakan lah kepada mereka “saksikan lah, bahwah kami adalah orang-orang berserah diri (kepada Allah)”. (QS.Ali ‘Imran, 3: 64)


D.    Tauhid Zat dan Sifat
Yang dimaksud dengan tauhid zat dan sifat ialah bahwa Allah adalah Esa, tak ada yang menyamai-Nya baik dari Dzat-Nya atau pun sifat-Nya. Lebih dari itu, mustahil ada yang mampu menyamai-Nya, atau menjadi padanan bagi-Nya. Ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan tauhid ini sangat banyak, diantarnya dalam surah Al-syu’ara’ ayat 11:

فاطر السموات  والارض جعل لكم من انفسكم ازواجااومن الانعام ازواجا  يذرؤكم فيه ليس كمثله شيء وهو الميع البصير

“dia adalah pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), di jadikanya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada suatau yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

قل هو الله احد (1) الله الصمد (2) لم يلد ولم يولد (3) ولم يكن له كفوا احد (4)

Katakanlah: “Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segalah sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pulak di peranakan, dan tidak ada siapa pun yang setara dengan Dia “. (QS.al-Ikhlas 112:1-4)
             Tauhid zat juga merupakan keyakinan bahwa tidak ada seseorang atau sesuatu pun yang menyamai-Nya. Dia tidak dapat dilihat dengan mata dan tidak dapa dicapai dengan akal manusia. Sesungguhnya batas yang dapat dicapai akal adalah sesuatu yang bersifat benda. Sedang Allah bukan benda. Benda dapat diketahui susunannya dan Allah tidak dapat diketahui susunan-Nya. Dzat Allah adalah Dzat Yang Mahasuci dan Mahabersih yang tidak dapat di bagi-bagi dan tidak menyerupai sesuatu apapun.
            Allah sebagai Dzat yang Mahamuliah mempunyai nama-nama terbaik dan mempunyai sifat-sifat yang tinggi dan agung yang disebut Asma’ Al-Husna yang di turunkan allah melalui kitab-kitab-Nya dan melalui lisan para nabi dan rasul-Nya,karena Allah menyuruh manusia untuk berdoa kepada-Nya dengan nama-nama yang baik itu, seabaimana firman Allah dalam Al-quran surah Al-a’raf, 7: 190,

ولله الاسماء الحسنى فادعوه بها وذروا الذين يلحدون في اسماىه سيجزون ما كانوا يعملون

“Hanya milik Allah Asma al-husna, maka bermohonkah kepada-Nya dengan menyebut Asma al-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan atas apa yang mereka kerjakan”.


Buku psikologi Dakwah
ü  Faizah, S.Ag, M.A
ü  H. Lalu Muchsin Effendi, Lc., M.A







[1] Sayyid Muhammad Siddiq Hasan Khan, al-Din al-Khalish (kairo:Makthabat Daral-arubat. 1959 M/1379 H), hlm. 56-57.
[2] Lihat, syekh Ja’far Subhani, al-yawhid wa syirk fi al-qur’an al-karim, alih bahasa oleh: Muhammad al-Baqir dengan tema Tauhid dan Syirik (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), hlm.21

No comments:

Post a Comment