Translate

Monday 8 June 2015

PERKEMBANGAN ISLAM DAN RESPON PEMERINTAH DIBIDANG SOSIAL BUDAYA DI SINGAPURAA



KATA PENGANTAR

السلام عليكم ور حمة الله و بر كا ته


Bismillahirrahmanirrahin.

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia beserta isinya. Tiada Tuhan selain Allah temapat kita mencurahkan segalanya. Allah tiadak pernah membedakan umatnya hanya karena fisiknya, kepandaiannya, kelebihannya, tapi Allah membedakkan umatnya berdasarkan ketaqwaan yang dimiliki umatnya. Allah adalah satu-satunya yang kita sembah. Dia-lah Zat yang kita sembah,tempat kita meminta pertolongan dan ampunannya-Nya. Shalawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita,Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri teladan. Berkat Nabi-lah kita dapat merasakan dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan samapai saat ini. 
            Alhamdulillah kami ucapkan, karena masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini. Terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu untuk  menyelesaikan makalah ini. Namun penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan di dalam makalah. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Wassalamualaikum wr.wb


                                                                                    Pekanbaru,18 Mei 2015



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I         PENDAHULUAN.......................................................................... 1
                    A.LATAR BELAKANG................................................................ 1
                    B.RUMUSAN MASALAH............................................................ 1
                    C.TUJUAN...................................................................................... 2

BAB II       PEMBAHASAN............................................................................. 3
                    A.PERKEMBANGAN ISLAMDISINGAPURA......................... 3
                    B.SOSIAL BUDAYA ISLAM DISINGAPURA......................... 6
                    C. RESPON PEMERINTAH DIBIDANG SOSIAL BUDAYA         8

BAB III      PENUTUP....................................................................................... 14
                    A.KESIMPULAN........................................................................... 14
                    B.SARAN....................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin hari makin pesat yang tujuannya untuk memudahkan manusia dalam segala hal, seiring itu pula ilmu pengetahuan agama dan sejarah agama. Sejarah sangat penting bagi kehidupan manusia, selain sebagai pengalaman masa lalu juga sebagai sebagai pengalaman untuk bertindak di kehidupan selanjutnya. Kita tidak bisa baik hari ini jika tidak ada masa lalu atau  sejarah, begitu besar arti sejarah dalam diri manusia. Tidak banyak orang tau tentang perkembangan islam di asia tenggara khususnya  di Negara Singapura, sebetulnya telah banyak para ahli menuliskan dan  mempelajarinya tapi itu hanya sebagian kecil, jangan sejarah islam di bangsa atau Negara lain, perkembangan islam di Negara sendiripun kadang banyak dari sebagian kita  kurang mengetahuinya, bagi mereka yang penting bukanlah sejarah, tapi ilmu pengetahuan mereka yang sedikit.
            Dengan mengetahui sejarah perkembangan islam di asia tenggara, mendorong munculnya wawasan sejarah yang luas, di mulai sejarah perkembangan islam di kota-kota kecil sampai perkembangan islam ke kota-kota besar yang cukup membawa pengaruh bagi Negara-nagara lain yang menerima islam dengan kehendak mereka sendiri.
Yang semuanya itu perlu di tinjau dan di lihat kembali buku-buku sejarah yang mungkin dapat membantu sumber-sumber data yang di perlukan untuk tercapainya sebuah sejarah yang rinci. Perkembangan dan masuknya islam di Singapura merupakan topik yang baik dan hangat untuk di ungkapkan dan di pelajari.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dengan masuknya islam di singapura dengan berbagai cara dan perkembangannya, telah membawa perkembangan besar dan berarti bagi singapura dan orang-orang yang ada dan berdiam di sana pada masa itu. Mengingat pembahasan dan kajian ini cukup luas, maka pemakalah mempunyai batasan dalam pembahasan ini, yaitu:
1.      Bagaimana perkembangan islam di Singapura?
2.      Bagaimana respon pemerintah dibidang sosial budaya?

C.     TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memperluas pengetahuan tentang islam di Singapura bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca yang lainnya.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan islam di Singapura
Sebagai Negara yang berdiri setelah perang dunia II singapura meurpakan Negara paling Maju di kawasan Asia Tenggara. Singapura memiliki Ekonomi atau Perekonomian Pasar yang sangat maju, yang secara historis berputar di sekitar perdagangan Interpot bersama Hong Kong, Korea Selatan dan Taiwan, Singapura adalah satu dari Macan Asia. Namun demikian ditengah kemajuan Singapura sebagai sebuah negara yang menjadi sentral perdaganagan Asia Tenggara dan memiliki perjalanan panjang mengenai perjumpaan dengan Islam. Singapura merupakan negara yang memiliki penduduk Muslim yang Minoritas. Dengan jumlah penduduk sekitar 4,99 Juta jiwa hanya sekitar 14.9 % saja yang memeluk agama Islam. Dan menjadi agama kedua terbesar setelah Buddha 42,9% di ikuti oleh Ateis 14.8 %, Kristen 14.6%, Taouisme 8% dan Hinddu 4% serta agama lainnya 0.6%.[1]
Wajah Islam di Singapura tidak jauh beda dari wajah muslim di negeri jirannya, Malaysia. Banyak kesamaan, baik dalam praktek ibadah maupun dalam kultur kehidupan sehari-hari. Barangkali hal ini dipengaruhi oleh sisa warisan Malaysia, ketika Negara kecil itu resmi pisah dari induknya, Malaysia, pada tahun 1965.
Hal ini jika di urut melalui sejarahnya, keberadaan Islam di Singapura tak lepas dari keberdaan Etnis Melayu yang mendiami pulau tersebut. Ditambah dengan golongan lain yang dikatagorikan sebagai Migran Muslim. Mereka inilah, terutama migran Arab, sebagai penyandang dana utama dalam pembangunan masjid masjid, lembaga lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi Islam.[2]
Sejak pertengahan abad ke-19, ketika Belanda melakukan tindakan represif dan pembatasan atas calon haji Indonesia, Singapura menjadi alternatif mereka sebagai tempat pemberangkatan. Broker-broker perjalan ibadah haji ini adalah kalangan migran Arab. Berbeda dengan Muslim imigran, masyarakat Melayu merupakan mayoritas. Mengikuti pembagian Sharon Siddique, mungkin karena mayoritas migran yang berasal dari dalam wilayah (Jawa, Sumatera, Riau dan Sulawesi).
Cenderung membawa isteri dan anak mereka. Dengan demikian rasioseks (khususnya pada komponen mayoritas yang berbahasa Melayu) lebih seimbang dibanding komunitas-komunitas lain. Kenyataan yang demikian berakibat pada kelambatan terjadinya asimilasi kemelayuan. Kelompok migran biasanya mendiami kampung-kampung yang ditata berdasarkan tempat asal. Dan ini berakibat pada menguatnya bahasa-bahasa etnis dan adat istiadat. Dengan demikian, karena heteroginitas penduduk Muslim Singapura, orang bukan mendapatkan suatu komunitas Muslim, namum sejumlah komunitas Muslim. Hal ini diperkuat dari dalam dengan pelestarian batas-batas linguistik, tempat tinggal yang berorientasi tempat asal, spesialisasi pekerjaan, status ekonomi dan berbagai tingkat pendidikan.
Bersamaan dengan itu, gejala yang terjadi pada migran luar wilayah (Arab dan India) memiliki kecenderungan terbalik. Migrasi yang mereka lakukan hampir secara eksklusif hanya dilakukan oleh kaum pria. Dengan mengawini wanita Muslim Melayu, berarti mereka membangun keluarga keluarga baru di Singapura. Hal ini selanjutnya memberikan definisi komunitas baru Arab dan Muslim India yang melalui garis patrilineal memberi identitas pada diri mereka sendiri, namun menurut garis matrilineal adalah keturunan pribumi. Proses ini melahirkan suatu komunitas Arab Melayu dan Jawa Peranakan yang mulai mengidentifikasi diri dengan bahasa Melayu dan dengan adat istiadat serta kebiasaan lokal.[3]
Dalam perjalanan sejarahnya, singapura pernah menjadi salah satu pusat islam paling penting di asia tenggara, hal ini dilihat dari keunggulanya sebagai pintu masuk bagi para pedagang dari berbagai benua maupun Negara asing atau disebut dengan pusat perdagangan internasional. Selain sebagai pusat perdagangan, Negara ini sangat stategis bagi pusat informasi dan dakwah islami atau islamisasi kualitatif maupun kuntitatif, baik pada masa kesultanan malaka maupun sampai sekarang.
Singapura menjadi sebuah Negara Republik yang merdeka setelah melepaskan diri dari Malaysia. Saat ini, Singapura merupakan Negara paling maju diantara negara-negara tetangganya di kawasan Asia Tenggara. Namun demikian, Islam relative tidak berkembang di negara ini, baik bila dibandingkan dengan sejarah masa lalunya, maupun bila dibandingkan dengan perkembangan Islam di negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Pada tahun 1940-1950 orang islam boleh kawin dan bercerai dengan mudah melalui beberapa kodi yang bergerak dari satu tepat ke tempat yang lain. Ketidak teraturan ini di pergunakan dengan salah guna. Ada kodi yang kurang teliti dalam segi taraf perkawinan dengan hasrat wali mereka yang sah. Perceraian juga diperbolehkan dengan senang.[4]
Dalam hal ini imam-imam atau guru-guru sangat berpengaruh terutama dalam praktek agama, realitas upacara-upacara sosial ke agamaan dengan berbagai macam negara yang datang  ke Singapura membawa banyak agama dan kepercayaan.[5]
Namun pemerintah dalam hal ini bersifat netral , untuk meyakinkan kaum muslimin bahwa pemerintah memegang prinsip kebebasan dalam beragama dan melindungi keyakinan mereka, maka MUIS (Majelis Ulama Islam Singapura ) didirikan di bawah perundang-undangan dan ketentuan AMLA (Administration Of  Muslim Law Act OF 1966 ). MUIS bertanggung jawab dalam mengatur administrasi hukum islam di Singapura, termasuk mengumpulkan zakat mall, pengaturan perjanjian haji, setipikasi halal, aktifitas dakwah, mengorganisasi sekolah-sekolah agama, mengorganisasi pembangunan mesjid dan manajerialnya, pemberian bantuan beasiswa pelajar muslim, bertugas mengeluarkan patwa agama. KETA dan MUIS di angkat dan di berhentikan oleh Presiden, melalui usulan dari kelompok muslim.[6]
Dalam bidang pendidikan singapura menganut  sistem pendidikan islam moderen dari awal hingga sekarang merujuk pada system mesir dan barat sepeti madrasah, sekolah arab atau sekolah agama, tetapi tidak mengenal pondok pesantren. Ada 4 madrasah terbesar di singapura yaitu:
  1. Madrasah Aljunied, didirikan pada tahun 1927 M, oleh pangeran Syarif         al-Syaid Umar bin Ali Aljuneid dari palembang.
  2. Madrasah Al-Ma’arif, didirikan pada tahun 1940-an gurunya dari  lulusan AL-Azhar Mesir.
  3. Madrasah Wak Tajung AL- Islamiyah , didirikan tahun 1955 M.
  4. Madrasah AL-Sagoff, didirikan pada tahun 1912 di atas tanah wakaf Syed Muhammad bin Syed  al- Sagoff.[7]

  1. Sosial budaya islam di Singapura
Sebuah tesis Phd oleh Betts, seorang ahli sains politik Amerika, mengklaim bahwa masyarakat melayu gagal untuk merubah dirinya sebelum tahun 1959. Ia menuliskan bahwa banyak perkara tentang cara hidup orang melayu diakui umumnya tidak selaras dengan keadaan dan kemajuan yang pesat di Singapura. Disisi lain, faktor-faktor intrinsik dalam masyarakat Melayu menghalangi penerimaan ataupun internalisasi secara pesat akan perubahan. Dia menganggap bahwa kampung-kampung dipinggiran Singapura pada hakikatnya bersifat perdesaan.  Faktanya Banyak orang melayu yang merasa puas hanya dengan bermata pencarian menangkap ikan, bertani, dan aktivitas lain yang bercorak tradisional tanpa mempedulikan perkembangan zaman.[8]
Hal senada juga diungkapkan oleh Badlington dalam desertasinya (1974) bahwa masyarakat Melayu belum dapat merubah dirinya sebelum tahun 1959. Masyarakat melayu selalu dihalangi oleh kekangan-kekangan budaya yang mendefinisikan menurut garis etnis. Orang bukan Melayu telah berjaya memutuskan diri sama sekali dari pada kokongan tradisi yang menghalang pembangunan ekonomi, akan tetapi masyarakat Melayu terus terpengaruh oleh gerak budaya yang bertentangan. Badlington juga menjelaskan bahwa pandangan orang Melayu tentang rezeki mengakibatkan fatalisme (menyerah pada takdir) dan tidak ada usaha untuk meraihnya.
Bagi Badlington, kaum-kaum lain di Singapura telah berubah sedangkan orang melayu tinggal beku dan tinggal sejarah, dikekang oleh nilai-nilai budaya mereka. Nilai-nilai yang dibincangkan oleh Badlington terdiri hanya dari pada yang dianggapnya sebagai negative bagi kemajuan orang Melayu. Nilai-nilai ini digambarkan sebagai cirri-ciri budaya yang kekal dan diretifikasi secara abstrak dari pada konteks sosial dan materialnya.
Menanggapi isi dari pada desertasi Badlington, yang secara umum memarginalkan kertepurukan ekonomi orang Melayu dilator belakangi oleh adanya budaya yang kaku dan katalis yang nota bene bersumber dari syariat Islam berupa Al-Qur’an dan Hadist, perlu disanggah keabsahannya. Justru sebenarnya penjelasan-penjelasan kemunduran Melayu bukan semata-mata berasal dari sumber budaya Melayu yang juga melibatkan tafsiran Al-Qur’an. Akan tetapi juga berasal dari diskriminasi dan perbedaan kesempatan yang diberikan kepada orang Melayu dan etnis Cina pada awal 1970-an.
Memang harus diakui bahwa mundurnya sosial budaya orang Melayu dan minimnya semangat untuk bekerja, khususnya menyoroti kaum wanitanya disebabkan masih dangkalnya pemikiran dan interfretasi umat dalam memahami syariat. Khususnya tafsiran yang salah kaprah terhadap Islam, dimana pada masa ini banyak sikap pasif terhadap agama yang dilihat orang Melayu sebagai menjamin masa depan tanpa perlu berusaha, cukup menyerah pada takdir dan usaha untuk mengembangkan karir hidupnya, hanya dengan mencukupi biaya hidup dalam jangka pendek.
Namun disisi lain, pada kenyataannya, banyak surat kabar di Singapura yang sengaja menggemborkan keterpurukan ekonomi dan social budaya Melayu identik dengan perdesaan. Publikasi yang diedarkan oleh berbagai surat kabar seperti The Miror dan Akhbar Kebangsaan dalam terbitan utamanyamenegaskan bahwa Melayu kedesaan sifatnya. Isu-isu negatif dari surat kabar ini, akhirnya dibantah oleh sebuah penerbitan khas keluaran Majelis Hal-Ehwal Islam yang menandaskan bahwa kenyataannya orang-orang melayu banyak yang memiliki propesi tinggi di perkotaan, bukan hanya sebatas nelayan, tukan kebun dan pekerjaan-pekerjaan perdesaan lainnya.
Bila diteliti pula  tentang budaya Melayu yang ingin menjalin antara etnis, biasanya perkawinan yang dianggap paling selaras adalah pekawinan antara dua komponen yang berbeda suku namun masih dalam satu agama. Perkawinan semacam ini dianggap selaras atau sekupu, karena antara dua belah pihak masih memiliki satu visi dan misi, seiman dan seagama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

  1. Respon pemerintah dibidang sosial budaya
Kebijakan pengembangan ekonomi kreatif di Singapura berpijak pada dua sumber, yaitu kajian Advisory Council on Culture and the Arts (ACCA, 1989) dan Renaissance City Plans (RCP, 2000). Berdasarkan dua kajian ini, kebijakan pengembangan ekonomi kreatif di Singapura diintegrasikan dengan proses penyusunan kebijakan publik, perencanaan tata kota/kewilayahan, serta pembentukan beberapa lembaga beserta program turunannya. Dalam kajian RCP, sektor seni dan budaya disebut sebagai aspek yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi Singapura secara keseluruhan.
Selain itu, beberapa hal yang terkait dengan kajian RCP adalah aspek daya kompetisi dan kelayakan hidup, selain juga aspek inovasi dan kreativitas. Beberapa aspek ini disebut dapat meningkatkan kemampuan masyarakat Singapura untuk menciptakan konten orisinil, mengembangkan kemampuan yang berskala industri, serta keterlibatan yang menjangkau komunitas masyarakat secara luas. Sejak pertama kali dicanangkan pada tahun 2000, implementasi RCP tahap ke tiga mulai dilaksanakan pada 2008 dan didukung dengan dana investasi sebesar USD 23.25 juta.
Pada tahapan ini beberapa aspek yang menjadi perhatian utama adalah sebagai berikut:
  1. Pengembangan konten budaya yang berfokus pada Singapura dan wilayah Asia, beserta pengembangan dan penyebaran karya di panggung dunia.
  2. Pengembangan ekosistem seni dan budaya secara total, termasuk sektor bisnis dan profesi yang menangani aspek teknis sehingga dapat mendukung para pencipta konten seni dan budaya.
  3. Menyokong perluasan keterlibatan masyarakat dan sektor privat di bidang seni dan budaya.
Saat ini sektor seni dan budaya di Singapura telah berkembang pesat, dengan rata-rata 80 kegiatan setiap hari. Masyarakat Singapura secara perlahan mulai melihat kegiatan seni dan budaya sebagai bagian yang vital bagi kehidupan mereka. Sebagai perbandingan, sekurangnya 2 dari 5 orang menghadiri kegiatan seni dan budaya pada tahun 2009,  pada tahun 1999 perbandingannya sekitar 1 dari 7 orang. Peningkatan ini disokong oleh berbagai kegiatan semisal festival, konser musik ataupun kegiatan lain yang berskala lokal, regional sampai dengan internasional. Selain fasilitas infrastruktur yang memadai, perkembangan ini juga ditunjang dengan dukungan promosi yang maksimal.
Untuk meningkatkan reputasi secara Internasional, pemerintah Singapura juga memberi dukungan kepada para seniman untuk terlibat dalam berbagai kegiatan di luar negeri. Lembaga yang secara khusus memberi dukungan kepada seniman Singapura salah satu contohnya adalah National Arts Council (NAC). Dukungan diberikan agar karya para seniman Singapura dapat tampil di berbagai kegiatan yang memiliki reputasi internasional, semisal Venice Biennale (Italia), Ars Electronica (Austria), Documenta XI (Jerman), dsb. Bersamaan dengan upaya ini, pemerintah Singapura juga mendorong penyelenggaraan kegiatan internasional di dalam negeri. Salah satunya adalah peresmian program konferensi seni pertunjukan global LIVE! Singapura yang diselengarakan pada 2010 di Resorts World Sentosa, ataupun kegiatan Singapore Biennale yang mulai diselenggarakan pada 2006.
Untuk mendorong pelibatan masyarakat, pemerintah Singapura juga ikut menyokong berbagai kegiatan filantropi. Sebagai contoh, para patron dan simpatisan pelestarian warisan budaya (heritage) di Singapura dikenal sebagai sosok yang ikut terlibat dalam memberikan dukungan. Pada ajang Patron of Heritage Awards 2009 terkumpul sekira SGD 11 juta dalam bentuk sumbangan dan pinjaman untuk menyokong program presevasi dan perawatan peninggalan budaya di Singapura yang melibatkan para seniman dan budayawan. Contoh lain adalah dukungan bagi penyelenggaraan pameran seniman muda Singapura di Singapore Art Museum (SAM) yang mendapatkan dukungan dari Credit Suisse AG pada 2009.
Upaya yang juga menonjol dalam proses pengembangan potensi ekonomi kreatif di Singapura adalah keberadaan istitusi pendidikan. Salah satunya adalah keberadaan School of the Arts (SOTA) yang menawarkan paket pendidikan 6 tahun. Paket pendidikan ini mengintegrasikan kegiatan seni dengan program pendidikan yang fokus pada proses eksperimentasi, ekspresi, keterlibatan, serta inovasi multidisiplin yang memberi penekanan pada nilai keterbukaan dalam lingkungan belajar lintas budaya. Untuk menyokong upaya ini, berbagai lembaga pendidikan di sektor seni, budaya dan teknologi yang berkembang di Singapura juga mendatangkan pengajar internasional dari negara-negara maju. Selain itu, akses pendidikan juga terus ditingkatkan dengan mengembangkan perpustakaan yang dilengkapi dengan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Lembaga strategis yang diserahi peran dalam mengembangkan potensi di sektor seni dan budaya Singapura adalah Ministry of Information, Communications and the Arts (MICA). Kementerian ini mengintegrasikan kebijakan yang berorientasi pada pengembangan infrastruktur telekomunikasi serta akses terhadap pengetahuan dan teknologi media. MICA memandang sektor seni dan budaya sebagai landasan yang penting bagi pengembangan kreativitas dan peninggalan budaya. Lembaga ini juga menyokong sumber-sumber yang dapat menjadi inspirasi artistik dan stimulasi intelektual, selain pengembangan sumber daya di sektor ekonomi kreatif, serta upaya peningkatan daya tarik Singapura sebagai tempat tinggal, bekerja, bermain dan belajar.
Dalam rangkaian upaya ini, MICA meluncurkan Arts and Culture Strategic Review (ACSR) yang memproyeksikan pembangunan kebudayaan Singapura sampai tahun 2025. Kajian ini disusun pada 2010 dan dikembangkan oleh steering committee yang terdiri dari perwakilan masyarakat, sektor privat, dan praktisi. Tugas dari forum ini adalah melakukan kajian, mendorong ketelibatan sektor publik dan privat, serta melakukan promosi dan keberlanjutan pengembangan di sektor terkait.
Beberapa komponen yang dikembangkan berdasar kajian ACSR adalah sebagai berikut:
  1. Product:  fokus pada kinerja maksimal bagi lembaga dan penciptaan karya terbaik.
  2. People: mendorong pembentukan komunitas warga dan masyarakat yang memiliki apresiasi serta para praktisi yang dapat mendukung pengembangan sumber daya kreatif, semisal para seniman yang memiliki skill dan kompetensi, para pekerja profesional, ataupun talenta kreatif yang memiliki kualitas ‘bintang’.
  3. Place: pengembangan wilayah, tempat, ataupun destinasi yang memiliki identitas yang otentik, mudah diakses, serta mampu meninggalkan kesan yang mendalam.
  4. Participation and Partnership: pembentukan komunitas masyarakat yang memiliki kohesi, akal budi, dan kreatif; agar memiliki rasa kepemilikan terhadap upaya pengembangan sektor sni dan budaya.
Berdasarkan kebijakan dan strategi yang dikembangkan, pemerintah Singapura tampaknya sangat serius untuk mengembangkan industri kreatif, dimulai dari membentuk Ministry of Information and the Arts (MITA) yang kemudian menjadi Ministry of Information Art and Communication (MICA). Kebijakan inti yang dikembangkan untuk menyokong upaya ini adalah strategi Renaissance City 2.0, Media 21, dan Design Singapore. Melalui strategi ini, beberapa sektor industri yang dikenali sebagai emerging industries mendapatkan perhatian dalam bentuk dukungan fasilitas dan anggaran khusus.
Sejak kebijakan ini dikembangkan, value-added (VA) industri media di Singapura tumbuh dengan nilai sekitar S$ 5.5 milyar dan mendatangkan pendapatan hingga sekitar S$ 22.4 milyar. Sektor ini mempekerjakan lebih kurang 58 ribu orang dan terdiri dari beberapa sektor industri terkait, termasuk produksi dan penyiaran TV, percetakan dan penerbitan, film, musik, juga media interaktif dan digital. Media interaktif dan digital yang dikembangkan mencakup video games, animasi, media online/mobile, atau hiburan dalam bentuk baru. Pada perkembangannya, industri animasi dan games (termasuk media online/mobile) mengalami peningkatan sekitar 22% dari tahun 2005-2009. Pada tahun 2009 sektor ini memberi kontribusi sekitar S$ 867 juta dalam VA, menyokong pendapatan sekitar S$ 1.5 milyar, serta mempekerjakan sekitar 7.400 orang.
Model pembiayaan terhadap industri kreatif di Singapura adalah sebagai berikut:
  1. Pemerintah membiayai pelaku yang mengembangkan industri kreatif yang sejalan dengan visi Singapura. Mereka dibiayai antara 30%-70% dari proposal yang diajukan.
  2. Dana tersebut baik berupa hibah maupun pinjaman (perbankan/venture capital).
  3. Pemerintah membuat venture capital atau memberikan kemudahan kepada swasta yang mendirikan venture capital.
  4. Kerjasama pelaku dengan venture capital minimal 2 tahun maksimal 5 tahun. Kerjasama ini tergantung pada jenis usaha. Jika menggunakan teknologi tinggi, kerjasama dapat dikembangkan selama 5 tahun.
  5. Pembagian keuntungan dibagi proporsional sesuai dengan nilai investasinya.
  6. Jika berupa pinjaman, bunga yang diterapkan berkisar 4% – 5% tahun.
  7. Diberikan keringanan pajak hingga tidak perlu membayar pajak perusahaan bagi perusahaan yang baru selama 2 tahun.














BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
Islam relative tidak berkembang di negara ini, baik bila dibandingkan dengan sejarah masa lalunya, maupun bila dibandingkan dengan perkembangan Islam di negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Sedangkan sosial budaya islam disingapura sangat tidak mendapatkan respon pemerintah karena banyak surat kabar di Singapura yang sengaja menggemborkan keterpurukan ekonomi dan social budaya Melayu identik dengan perdesaan. Berbeda dengan sosial budaya yang digunakan untuk mengembangkan ekonomi singapura. Pemerintah sangat mendukung dalam hal tersebut bahkan pemerintah ikut serta membiayai dan mendukung penuh.

  1. Saran
Didalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu dihimbau untuk para pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulis dapat memperbaiki tulisannya.





DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (ed.). Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Terj. Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES,1988      
Abd. Ghopur, Handout Mata Kuliah Study Islam Asia Tenggara
Asmal May dan Aripudin,  Handoud Mata Kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara
Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2006)
Suhaimi, M.Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara, Unri Press, Cetakan Kedua, 2010,
Suhaimi, Cahaya Islam Di Ufuk Asia Tenggara, Pekanbaaru, Suska Perss UIN Suska Riau, 2008 
Taufiq abdullah(Ed.), Islam Di-Indonesia, Tinta Mas Jakarta, 1974
http://id.wikipedia.org/wiki/Singapura, 15/05/2015,13:34 WIB.
http://www.idcewatch.com/dukungan-kebijakan-ekonomi-kreatif/






[1] Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2006), hlm. 32.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Singapura, 15/05/2015,13:34 WIB.
[3] Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (ed.). Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara.  Terj. Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES,1988.hlm. 390
[4] Suhaimi, Cahaya Islam Di Ufuk Asia Tenggara, Pekanbaaru, Suska Perss UIN Suska Riau, 2008, hlm 172
[5] Asmal May dan M. Arifuddin, op. cit, hlm 117
[6] Abd. Ghopur, op. cit, hlm 34
[7] ibit

[8] http://ar-sembilan.blogspot.com/2013/11/sosial-budaya-islam-di-asia-tenggara.html

1 comment:

  1. As claimed by Stanford Medical, It is really the SINGLE reason women in this country get to live 10 years more and weigh 42 pounds lighter than we do.

    (And by the way, it has absolutely NOTHING to do with genetics or some hard exercise and EVERYTHING around "HOW" they are eating.)

    BTW, What I said is "HOW", and not "what"...

    Click this link to find out if this little questionnaire can help you release your real weight loss potential

    ReplyDelete