BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Asbab al-Nuzul, terkadang banyak
ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. dalam hal ini tidak ada
permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun di dalam
berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa. Asbab al-Nuzul ada kalanya
berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang
disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum suatu masalah,
sehingga al-Qur'an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau pertanyaan tersebut.
Asbab al-Nuzul mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan
ayat-ayat Al-Quran.
Al-Qur'an
diturunkan untuk memahami petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang
dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada
keimanan kepada Allah SWT dan risalah-Nya, sebagian besar al-Qur'an pada
mulanya diturunkan untuk tujuan menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan
kadang terjadi diantara mereka khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah
SWT.
B.
Rumusan Masalah
Adapunperumusanmasalah yang
akandibahasadalahsebagaiberikut:
1. Apa pengertian Asbab Al-Nuzul?
2. Apa fungsi dari Asbab Al-Nuzul?
3. Bagaimana cara-cara untuk mengetahui Asbab
Al-Nuzul?
4. Apa saja jenis-jenis riwayat Asbab Al-Nuzul?
5. Bagaimana pandangan tentang Asbab Al-Nuzul?
C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengertian Asbab Al-Nuzul.
2. Fungsi dari Asbab Al-Nuzul.
3. Cara-cara untuk mengetahui Asbab Al-Nuzul.
4. Jenis-jenis riwayat Asbab Al-Nuzul.
5. Beberapa pandangan tentang Asbab Al-Nuzul.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asbab Al-Nuzul
Al-Qur’an
berfungsi sebagai petunjuk dalam menghadapi berbagai situasi. Ayat-ayat
tersebut diturunkan dalam keadaan dan waktu yang berbeda-beda. Kata asbab
(tunggal: sabab) berarti alasan atau sebab. Asbab al-nuzul berarti pengetahuan
tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat.[1]
Berikut
ini adalah pengertian asbab al-nuzul menurut beberapa pendapat:
1.
Menurut
al-Zarqani, asbab al-nuzul adalah suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu
atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum
berkenaan turunnya sutu ayat.
2.
Peristiwa-peristiwa
pada masa ayat AlQuran itu diturunkan (yaitu dalam waktu 23 tahun), baik
peristiwa itu terjadi sebelum atau sesudah ayat itu diturunkan.[2]
3.
Shubhi al-Shalih,
asbab al-nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat
yang memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa
terjadinya sebab itu.
4.
Ash-Shabuni mendefinisikan asbabun
nuzul adalah suatu peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya beberapa
ayat yang berhubungan dengan kejadian itu, baik berupa pertanyaan yang diajukan
kepada nabi SAW ataupun kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
5.
Nurcholis Madjid menyatakan bahwa
asbabun nuzul adalah konsep, teori, atau berita tentang adanya sebab-sebab
turunnya wahyu tertentu dari al-qur’an kepada nabi saw, baik berupa satu ayat,
satu rangkaian ayat atau satu surat.
Unsur-unsur yang penting diketahui perihal asbab al-nuzul ialah adanya
satu atau beberapa kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, dan
ayat-ayat itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu. Jadi
ada beberapa unsur yang tidak boleh diabaikan dalam analisa asbab al-nuzul,
yaitu adanya suatu kasus atau peristiwa, adanya pelaku peristiwa, adanya adanya
tempat peristiwa, dan adanya waktu peristiwa. Kualitas peristiwa, pelaku,
tempat, dan waktu perlu diidentifikasi dengan cermat guna menerapkan ayat-ayat
itu pada kasus lain dan di tempatdan waktu yang berbeda.
Sebenarnya jika yang dimaksud asbab al-nuzul adalah hal-hal yang
menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an, semua ayat-ayat al-Qur’an mempunyai
asbab al-nuzul. Tujuan utama al-Qur’an ialah hendak mentransformasikan umat
Nabi Muhammad dari situasi yang lebih buruk kesituasi yang lebih baik menurut
ukuran Tuhan. Kondisi objektif yang lebih buruk itulah yang menjadi sebab
ayat-ayat al-Qur’an diturunkan. Selama kurang lebih 23 tahun ayat-ayat
al-Qur’an diturunkan bagaikan suatu paket yang tak dapat dipisahkan antara satu
ayat dengan yang lainnya.[3]
Dari semua
pengertian atau definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asbabun nuzul adalah
kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi apa-apa yang turun dalam
al-qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan atau memberikan keterangan tentang
persoalan ataupun peristiwa.
Mengutip
pengertian dari Dr. Subhi Shaleh, kita dapat mengetahui ada kalanya asbabun
nuzul berupa peristiwa atau juga berupa pertanyaan. Asbabun nuzul berupa
peristiwa itu terbagi menjadi 3, yaitu :
1.
Peristiwa
berupa pertengkaran
Kisah
turunnya surat Ali-Imran: 100, yang bermula dari adanya perselisihan antara
Suku Aus dan Suku Khazraj, Perselisihan ini timbul dari intrik-intrik yang
ditiupkan orang-orang Yahudi, sehingga mereka meneriakkan “Senjata, Senjata”.
2.
Peristiwa
berupa kesalahan yang serius, contohnya peristiwa seseorang yang mengimami
sholat dalam keadaan mabuk, sehingga salah dalam membaca surat Al-Kafirun.
Peristiwa ini menyebabkan turunnya surat An-Nisa’: 43.
3.
Peristiwa
berupa cita-cita dan keinginan, contohnya keinginan Umar bin Khattab ingin
menjadikan makam nabi Ibrahim sebagai tempat sholat yang dikemukakan kepada
Nabi SAW dan dijawab dengan turun ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 125 :
Hai ini diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari dari Anas ra. Asbabun Nuzul dalam bentuk pertanyaan ada 3
macam, yaitu :
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu
yang telah lalu, seperti :
وَيَسْأَلُونَكَ
عَن ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْراً
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang Zulkarnain. Katakanlah : Akan kubacakan kepadamu kisahnya.” (QS.
Al-Kahfi : 83).
2.
Pertanyaan
yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang terjadi pada saat itu, contohnya
ayat :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ
أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang ruh. Katakanlah : Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu
diberi pengetahuan hanya sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85)
3. Pertanyaan tentang masa yang akan datang
Allah menurunkan surah al-Nazi’at (79) ayat 42 yang berkaitan dengan
pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah SAW tentang masa yang akan datang,
yaitu hari kiamat.
Menurut Al-Zarqoni dan Al-Ja’bari, dilihat dari peristiwa yang terkait
dapat dikelompokkan sebagai berikut
1. Ayat yang diturunkan dengan mubtada’an tanpa
ada peristiwa yang terjadi saat ayat itu diturunkan Allah SWT. Turunnya ayat
ini semata-mata karena Allah memberikan petunjuk kapada manusia. Kehendak-Nya
untuk memberikan petunjuk inilah yang menjadi asbabun nuzul dari ayat atau
beberapa ayat tersebut. Ayat-ayat ini lebih banyak jumlahnya terutama mengenai
prinsip-prinsip keimanan, keislaman, dan akhlak yang luhur.
2. Ayat yang diturunkan Allah SWT dengan sebab
khusus atau peristiwa tertentu. Ayat ini jumlahnya tidak banyak. Misalnya,
Allah SWT menurunkan surah al-anfal (8) yang menjelaskan berbagai persoalan
mengenai perang, surah al-tholaq (65) yang membicarakan masalah yang berkaitan
dengan talaq. Peristiwa sebelum atau saat ayat turun itu para mussafir
menganggapnya sebagai asbabun nuzul.
Dari segi jumlah sebab dan
ayat yang turun, asbabun nuzul terbagi menjadi
• Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab
turunnya lebih dari satu, dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau
kelompok ayat yang turun satu)
• Ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid ( ini
persoalan yang terkandung dalam satu ayat atau kelompok ayat lebih dari satu,
sedangkan sebab turunnya satu)
• Redaksi Asbabun nuzul, yang dimaksud dengan
ungkapan (redaksi) ini terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula kandungan
hukum ayat.
Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun nuzul itu terjadi
pada masa Rasulullah SAW atau pada masa saat ayat al-qur’an diturunkan. Jadi
kita mengetahui asbabun nuzul itu dari penuturan para sahabat Nabi yang
menyaksikan peristiwa itu. hal ini berarti asbabun nuzul haruslah berupa
riwayat yang dituturkan para sahabat. Para sahabat dalam menuturkan sebab nuzul
menggunakan ungkapan (redaksi) yang berbeda dari satu peristiwa dengan
peristiwa lainnya. Perbedaan ungkapan itu tentunya mengandung perbedaan makna
yang memiliki impikasi pada status sebab nuzulnya.Macam-macam ungkapan
(redaksi) yang digunakan para sahabat untuk menuturkan sebab nuzulnya , antara
lain :
1. Kata سبب (sebab) , contohnya
سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا (sebab turunnya ayat ini)
Ungkapan
(redaksi) ini disebut ungkapan (redaksi) yang sharih (jelas/tegas). Maksudnya,
sebab nuzul yang menggunakan redaksi ini, menunjukkan betul-betul sebagai latar
belakang turunnya ayat tidak mengandung makna yang lain.
2. Kata فـــ (maka) , contohnya
حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ(telah terjadi peristiwa ini dan itu maka turunlah ayat)
Ungkapan
(redaksi) ini sama pengertiannya dengan penggunaan kata sababu, yakni sama-sama
sharih (jelas/tegas).
3. Kata في (mengenai/tentang), contohnya
نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيْ كَذَا و كَـذَا (ayat ini turun mengenai ini dan itu)
Ungkapan
seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menyebutkan sebab turunnya ayat.
Masih terdapat kemungkinan terkandung makna lain.
• Satu
Ayat dengan Sebab Banyak
Jika
ditemukan dua riwayat atau lebih mengenai sebab turunnya ayat-ayat dan
masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang
disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis.
Permasalahannya ada empat bentuk, yakni :
o
Pertama,
salah satu dari keduanya shahih dan yang lainnya tidak.
o
Kedua,
kedua riwayatnya shahih akan tetapi salah satunya memiliki penguat (Murajjih)
dan yang lainnya tidak
o
Ketiga,
keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak memiliki penguat (Murajjih). Akan
tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.
o
Keempat,
keduanya shahih dan keduanya tidak memiliki penguat (Murajjih),akan tetapi
keduanya tidak mungkin diambil sekaligus.
• Banyaknya
Nuzul dengan Satu Sebab
Terkadang
banyak ayat yang turun sedangkan sebabnya hanya satu. Karena itu banyak ayat
yang turun dalam berbagai surat mengenai satu peristiwa. Contohnya ialah apa
yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir,
Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-Tharbani, dan Al-Hakim mengatakan shahih,
dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Wahai Rasulullah, aku tidak
mendengar Allah menyebut kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah
Menurunkan QS. Ali-Imran :195 untuk menjawabnya.”
Begitu
pula dengan hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir,
Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Aku telah bertanya, Wahai
Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalam Al-Qur’an seperti kaum
laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan seruan Rasulullah di
atas mimbar. Beliau membacakan: “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim,
laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
(Al-Ahzab: 35)
Al-Hakim
meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: “Kaum laki-laki berperang sedang
perempuan tidak. Di samping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian
dibanding laki-laki. Maka Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri hati
terhadap karunia yang telah Dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian
yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan,
dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32)
Ketiga
ayat di atas diturunkan karena satu sebab.
• Beberapa
Ayat yang Turun Mengenai Satu Orang
Terkadang
seorang sahabat mengenai peristiwa lebih dari satu kali dan Al-Qur’an turun
mengenai satu peristiwa,maka dari itu kebanyakan al-quran turun sesuai dengan
peristiwa yang terjadi, misalnya seperti apa yang diriwayatkan oleh Bukhari
dalam kitab al-adahi mufiat tentang berbakti kepada orang tua, dari Saad bin
Abi Waqos ada empat ayat al-quran turun berkenaan dengan aku:
Pertama,
ketika ibuku bersumpah dia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad
lalu Allah menurunkan ayat, ” Dan jika memaksamu untuk mempersekutukan aku
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya dan pergilah keduanya di dunia dengan baik.”(luqman:15)
Kedua,
ketika aku mengambil sebuah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada
Rasulullah, ”berikan aku pedang ini” maka turunlah ayat. Mereka bertanya
kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang (al-anfal:01).
Ketiga,
ketika aku sedang sakit Rasulullah mengunjungiku dan aku bertanya kepada
beliau: ”Rasulullah aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan
separuh nya?” Beliau menjawab: ”tidak” aku bertanya: ”bagaimana jika
sepertiganya?” Rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu
diperbolehkan.
Keempat,
ketika aku sedang minum minuman keras (khomr) bersama kaum ansor, seorang
memukul hidungku dengan tulang rahang unta, lalu aku datang kepada Rasulullah ,
maka Allah swt melarang minum khomr. Dalam hal ini telah turun wahyu yang
sesuai dengan banyak ayat.
B.
Fungsi Asbab al-Nuzul
Perlunya
mengetahui asbab al-nuzul, al-Wahidi berkata: ”Tidak mungkin kita mengetahui
penafsiran ayat al-Qur’an tanpa mangetahui kisahnya dan sebab turunnya ayat
adalah jalan yang kuat dalam memahami makna al-Qur’an”. Ibnu Taimiyah berkata:
“Mengetahui sebab turun ayat membantu untuk memahami ayat al-Qur’an. Sebab
pengetahuan tentang “sebab” akan membawa kepada pengetahuan tentang yang
disebabkan (akibat)”.
Namun
sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua al-Qur’an harus mempunyai
sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak semuanya harus
diketahui, sehingga tanpa mengetahuinya ayat tersebut bisa dipahami, Ahmad Adil
Kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat al-Qur’an melalui tiga cara:
1.
Ayat-ayat
turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada Nabi.
2.
Ayat-ayat
turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
3.
Ayat-ayat
yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelompok.
Ayat-ayat
yang sebab turunnya harus diketahui (hukum) karena asbabal-nuzulnya harus
diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru. Ayat-ayat yang sebab turunnya
tidak harus diketahui, (ayat yang menyangkut kisah dalam al-Qur’an).Kebanyakan
ayat-ayat kisah turun tanpa sebab yang khusus, namun ini tidak benar bahwa
semua ayat-ayat kisah tidak perlu mengetahui sebab turunnya, bagaimanapun
sebagian kisah al-Qur’an tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan tentang sebab
turunnya.
Fungsi
memahami asbab al-nuzul antara lain sebagai berikut:
1.
Mengetahui
hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap
kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, jenis kelamin, dan agama. Jika
dianalisa secara cermat, proses penetapan hukum berlangsung secara manusiawi,
seperti penghapusan minuman keras, misalnya ayat-ayat al-Qur’an turun dalam empat kali tahapan,
yaitu Q.s. al-Nahl/ 16:67, Q.s. al-Baqarah/2:219, Q.s. al-Nisa/ 4:43, dan Q.s.
al-Maidah/ 5:90-91.
2.
Mengetahui
asbab al-nuzul akan membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat.
Misalnya Urwah ibn Zubair mengalami kesulitan dalam memahami hukum fardhu sa’i
antara Shafa dan Marwah, Q.s. al-Baqarah/2:158:
Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah dalah
sebagian dari syiar-syiar Allah. Barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah
atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya.
Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati,
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”
Urwah ibn
Zubair kesulitan memahami “tidak ada dosa” di dalam ayat ini. Ia lalu
menanyakan kepada Aisyah perihal ayat tersebut lalu Aisyah menjelaskan bahwa
peniadaan dosa di situ bukan peniadaan hukum fardhu. Peniadaan di situ
dimaksudkan sebagai penolakan terhadap keyakinan yang telah mangakar di hati
kaum Muslimin ketika itu, bahwa melakukan sa’i diantara Shafa dan Marwah
termasuk perbuatan jahiliyah. Keyakinan ini didasarkan atas pandangan bahwa
pada masa pra Islam di bukit Shafa terdapat sebuah patung yang disebut Isa dan
di bukit Marwah ada sebuah payung yang disebut Na ilah. Jika melakukan sa’i
diantara dua bukit itu maka orang-orang Jahiliyah sebelumnya mengusap kedu
patung tersebut. Ketika Islam lahir, patung-patung tersebut dihancurkan, dan
sebagian umat Islam enggan melakukan sa’i di tempat itu, maka turunlah ayat ini
(Q.s. al-Baqarah/2:158)
3.
Pengetahuan
asbab al-nuzul dapat mengkhususkan (takhshis) hukum terbatas pada sebab,
terutama ulama yang menganut kaidah “sabab khusus”. Sebagai contoh turunnnya
ayat-ayat zhihar pada permulaan surah al-Mujadalah, yaitu dalam kasus Aus ibn
al-Shamit yang menzihar istrinya, Khaulah binti Hakam ibn Tsa’labah. Hukum yang
terkandung di dalam ayat-ayat ini khusus bagi keduanya dan tidak berlaku bagi
orang lain.
4.
Yang
paling penting ialah asbab al-nuzul dapat membantu memahami apakah suatu ayat
berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu
diterapakan. Maksud yang sesungguhnya suatu ayat dapat dipahami melalui
pengenalan asbab al-nuzul.[4]
C.
Cara-Cara Mengetahuai Asbab al-Nuzul
Asbab
al-nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw.
Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat dipegang. Riwayat
yang dapat dipegang ialah riwayat yang memenuhisyarat-syarat tertentu
sebagaimna ditetapkan para ahli hadist. Secara khusus dari riwayat asbab
al-nuzul ialah riwayat dari orang yang terlibat dan mengalami peristiwayang
diriwayatkannya ( yaitu pada saat wahyu diturunkan). Riwayat yang berasal dari
para tabi’in yang tidak merujuk pada rasulullah dan para sahabatnya, dianggap
lemah (dha’if). Sebab itu seseorang tidak dapat begitu saja menerima pendapat seseorang
penulis atau orang seperti itu bhwa suatu ayat diturunkan dalam keadaan
tertentu. Karena itu, kita harus mempunyai pengetahuan tentang siapa yang
meriwayatkan peristiwa tersebut, dan apakah waktu itu ia memang sunguh-sungguh
menyaksiakan, dan kemudian siapa yang menyampaikannya kepada kita.[5]
D.
Jenis-Jenis Riwayat Asbab al-Nuzul
Riwayat-riwayat
asbab al-nuzul dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat
pasti dan tegas, dan riwayat-riwayat yang tidak pasti (mumkin).
Kategori
pertama, para periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang
diriwayatkannya berkaitan erat dengan asbab al-nuzul, misalnya Ibn Abbbas
meriwayatkan tentang Q.s. al-Nisa/4:59:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan rasul-Nya,dan orang-orang yang memiliki kekuasaan (ulil amr) diantara
kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya”.
Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibn Hudzaifah ibn Qais
ibn Adi ketika rasul menunjuknya sebagai panglima sariyya (detasemen, sebuah
satuan tugas tentara). Sedangkan kategori kedua (mumkin) periwayat tidak
menceritakan dengan jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat
dengan asbab al-nuzul, tetapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinannya,
misalnya riwayat Urwah tentang kasus Zubair yang bertengkar dengan seseorang
dari kalangan Anshar, karena masalah aliran air (irigasi di al-Harra).
Rasulullah bersabda:” Wahai Zubair, aliri air tanahmu, dan kemudian tanah-tanah
disekitarmu.” Sahabat Anshar tersebut kemudian memprotes:” Wahai Rasulullah,
apakah karena ini keponakanmu?” Pada saat itu Rasulullah dengan rona wajah yang
memerah kemudian berkata :” Wahai Zubair, alirkan air ketanahnya hingga penuh,
dan kemudian biarkan selebihnya mengalir ketetanggamu.” Tampak bahwa Rasulullah
Saw memungkinkan Zubair memperoleh sepenuh haknya justru sesudah Anshar
memnujnjukkan kemarahannya. Sebelumnya Rasulullah telah memberikan perintah
yang adil bagi mereka berdua. Zubair berkata: “ Saya tidak bisa memastikan,
hanya agaknya ayat itu turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.” Ayat yang
dimaksud ialah Q.s. al-Nisa /4:65:
Artinya: “Maka
demi Tuhan mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terahdap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya “.
Mengenai jenis-jenis asbab al-nuzul dapat dikategorikan kedalam beberapa
bentuk sebagai berikut:
1.
Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk
sebab turunya ayat sebagai tanggapan terhadap suatu peristiwa, misalnya riwayat
ibn Abbas bahwa Rasulullah perna ke al-Bathha, dan ketika turun dari gunung
beliau berseru: “ Wahaw para sahabat, berkumpullah!” Ketika melihat orang-orang
Quraisy yang juga ikut mengelilinginya,
maka beliau pun bersabda:” apakah engkau akan percaya, apabila aku katakan
bahwa musuh tengah mengancam ari balik punggung gunung dan mereka bersiap-siap menyebrang entah
dipagi hari ataupun dipetang hari?” Mereka menjawab:” Ya, kami percaya wahai Rasulullah!”
Kemudian Nabi melanjutkan,” Danaku akan menjelaskan kepada mu tentang beberapa
hukuman.” Maka Abu Lahab berkata:” Apakah hanya untuk masalah seperti ini
engkau kumpulkan kami, wahai Muhammad?” Maka Allah kemudian menurunkan
Q.s.al-Lahab/111
Artinya:”Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan
sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan
apa yang dia usahakan. Kelakdia akan masuk kedalam api yang bergejolak. Dan
(begitu pula) istrinya, membawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali sabut.”
2.
Sebagai tanggapan atau suatu peristiwa khusus
Contoh
sebab turunnya ayat sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus ialah
turunnya surah al-Baqarah/2:158, sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
3.
Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi
Asbab
al-nuzul lainnya ada dalam bentuk pertanyaan kepada Rasulullah, seperti
turunnya Q.s. al-Nisa/4:11:
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimi tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian anak-anak laki-lakisama
dengan bagian dua anak perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua penting
dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masing
seperenam dari harta yang ditinggalkan.”
Ayat
tersebut turun untuk memberikan jawaban secara tuntas terhadap pertanyaan Jabir
kepada Nabi, sebagaimana diriwayatkan Jabir: “Rasulullah datang bersama Abu
Bakar, berjalan kaki mengunjungiku (karena sakit) di perkampungan Banu Salamah.
Rasulullah menemukanku dalam keadaan tidak sabar sehingga beliau meminta agar
disediakan air, kemudian berwudhu, dan memercikkan sebagian pada tubuhku. Lalu
aku sadar, dan berkata: “Ya Rasulullah! Apakah yamg Allah perintahkan bagiku
berkenaan dengan harta benda milikku?” Maka turunlah ayat di atas.
4.
Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi
Salah satu
bentuk lain ialah Rasulullah Saw mengajukan pertanyaan, seperti turunnya Q.s
Maryam/19:64:
Artinya: “Dan tidaklah kami (Jibril) turun,kecuali
dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya lah apa-apa yang dihadapan kita, apa-apa
yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada diantara keduanya, dan tidaklah
Tuhanmu lupa.”
Ayat
tersebut turun untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan Nabi, sebagaimana
diriwayatka Ibn Abbasbahwa Rasulullah bertanya kepada Malaikat Jibril, “aApa
yamg menghalangi kehadiranmu, sehingga lebih jarang muncul ketimbang masa-masa sebelumnya?”
Maka turunlah ayat di atas.
5.
Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum
Dalam
bentuk lain, ayat-ayat al-Qur’an diturunkan dalam rangka memberi petunjuk
perihal pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat Nabi,seperti
turunnya Q.s. al-Baqarah/2:222:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid,
katakanlah: ”Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid,dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Ayat itu
turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan sahabat Nabi,
sebagaimana diriwayatkan oleh Tsabit oleh Anas bahwa di kalangan Yahudi,
apabila wanita mereka sedang haid, mereka tidak makan bersama wanita tersebut,
atau juga tidak tinggal serumah. Para sahabat yang mengetahui masalah itu
kemudian bertanya kepada RasulullahSaw tentang hal ini., maka turunlah ayat di
atas.
6.
Sebagai tanggapan terhadap orang-orang tertentu
Kadangkala
ayat-ayat al-Qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau ornag-orang
tertentu, seperti turunnya Q.s. al-Baqarah/2:196:
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah
karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit),
maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat dan jangan kamu mencukur kepalamu
sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada diantara kamu yang
sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah
berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban.”
Ka’b ibn
Ujrah meriwayatkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan pelaksanaan haji
dan umrah.jika ada seseorang yang merasa sakit atau ada gangguan di kepala,
maka diberi kemudahan baginya. Ka’b ibn Ujrah sendiri merasakan ada masalah
dengan kutu-kutu yang banyak di kepalanya, lalu ia sampaikan kepada Nabi, dan
Nabi menjawab: “Cukurlah rambutmu dan gantikanlah dengan berpuasa tiga hari,
atau menyembelih hewan kurban atau memberi makan untuk enam orang miskin, untuk
masing-masing orang miskin satu sha.”
Contoh
lain adalah rujukan tentang Nabi Muhammad Saw, di dalam al-Qur’an, seperti
turunnya Q.s. al-Qiyamah/75:16-18:
Artinya: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan membuatmu pandai membacanya.
Apabila Kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.”
Menurut
riwayat Ibn Abbas, ayat ini turun ketika Malaikat Jibril menyampaikan wahyu
kepada Nabi. Nabi tampak menggerak-gerakkan lidah dan bibirnya, hal ini tampak
amat berat baginya, dan gerakan tersebut merupakan petunjuk bahwa wahyu sedang
turun.
7.
Beberapa sebab tapi satu wahyu
Terkadang
wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab, misalnya turunnya
Q.s. al-Ikhlas/112:
Artinya: “Katakanlah: ”Dialah Allah Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tiada beranak dan
tiada pula diperanakkan. Dan tiada seorang pun yang setara dengan Dia.”
Ayat-ayat
di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang-orang musyrik Mekah sebelum
hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di Madinah sesudah hijrah.
8.
Beberapa wahyu tetapi satu sebab
Ada lagi
beberapa ayat yang diturunkan untuk menanggapi satu peristiwa, misalnya
ayat-ayat diturunkan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ummu Salamah,
yakni mengapa hanya lelaki saja yang yang disebut dalam al-Qur’an, yang diberi
ganjaran. Menurut al-Hakim dan Tarmizi, pertanyaan itu menyebabkan turunnya
tiga ayat, yaitu Q.s. Alu Imran/3:195, Q.s. al-Nisa/4:32 dan Q.s.
al-Ahzab/33:35.[6]
E.
Beberapa Pandangan tentang Asbab
al-Nuzul
Para ulama
tidak sepakat mengenai kedudukan asbab al-Nuzul. Mayoritas ulama tidak
memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai riwayat asbab
al-nuzul, karena yang terpenting bagi mereka ialah apa yang tertera di dalam
redaksi ayat.
Jumhur ulama kemudian
menetapkan suatu kaidah:
Artinya: “Yang dijadikan pegangan ialah keumuman
lafal, bukan kekhususan sebab.”
Sedangkan
sebagian kecil ulama memandang penting keberadaan riwayat-riwayat asbab
al-nuzul di dalam memahami ayat. Golongan ini juga memetapkan kaidah:
Artinya: “yang dijadikan pegangan ialah kekhususan
sebab, bukan kemuman lafal.”
Jumhur
ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan berdasarkan sebab khusus tetapi
diungkapkan dalam bentuk lafal umum, maka yang dijadikan pegangan ialah lafal
umum. Sebagai contoh, turunnya Q.s. al-Maidah/5:38:
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
Ayat ini
turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan pada masa
Nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafal ‘am, yaitu isim mufrad yang dita’rifkan
dengan alif lam (al) jinsiyyah. Mayoritas utama memahami ayat tersebut berlaku
umum, tidak hanya tertuju kepada yang menjadi sebab turunnya ayat.
Sebaliknya
minoritas ulama menekankan pentingnya riwayat asbab al-nuzul dengan memberikan
contoh tentang Q.s. al-Baqarah/2:115:
Artinya: “Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat,
maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Jika hanya berpegang kepada redaksi ayat, maka hukum yang dipahami dari
ayat tersebut ialah tidakwajib menghadap ke kiblat pada waktu shalat, baik
dalam keadaan musafir atau tidak. Pemahaman seperti ini jelas keliru karena
bertentangan dengan dalil lain dan ijma’ para ulama. Akan tetapi dengan
memperhatikan asbab al-nuzul ayat tersebut, maka dipahami bahwa ayat itu bukan
ditujukan kepada orang-orang yang berada pada kondisi biasa atau bebas, tetapi
kepada orang-orang yang karena sebab tertentu tidak dapat menentukan arah
kiblat.
Kaidah kedua lebih kontekstual, tetapi persoalannya adalah tidak semua
ayat-ayat al-Qur’an mempunyai asbab al-nuzul. Ayat-ayat yang mempunyai asbab
al-nuzul jumlahnya sangat terbatas. Sebagian diantaranya tidak shahih, ditambah
lagi satu ayat kadang-kadang mempunyai dua atau lebih riwayat asbab al-nuzul.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah mempelajari dan
melihat pembahasan yang telah dijabarkan panjang lebar diatas, dapat kami
simpulkan bahwasannya:
1.
Asbab al-nuzul
didefinisikan sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk
menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa
maupun pertanyaan, serta memiliki faedah didalamnya.
2.
Fungsi memahami asbab
al-nuzul
v Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian
syara’ terhadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, jenis kelamin, dan
agama.
v Mengetahui asbab al-nuzul akan membantu memberikan kejelasan terhadap
beberapa ayat.
v Pengetahuan asbab al-nuzul dapat mengkhususkan (takhshis) hukum terbatas
pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah “sabab khusus”.
v Dapat membantu memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau berlaku
khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu diterapakan.
3.
Cara turunnya Asbab
al-Nuzul itu:
v Pertama
ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada
Nabi.
v Kedua
ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau
pertanyaan.
v Ketiga
ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelompok.
[1] Prof. Dr. M. Quraish Shibab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, Dr. Badri
Yatim, Dr. Dede Rosyada, Drs. Nasaruddin Umar, M.A. Ulum Al-Qur’an.Jakarta: Pustaka Firdaus. 2001. Hlm. 77
[2]Abu Anwar, M.Ag. Ulumul Qur’an. Pekanbaru:
Amzah. 2002. Hlm. 29
[3]Ibid. Hlm.78
[4] Ibid. Hlm. 81
[5] Ibid. Hlm. 81
[6] Ibid. Hlm.89
[7] Ibid. Hlm. 91
No comments:
Post a Comment