KATA PENGANTAR
السلام عليكم ور حمة الله و بر كا ته
Bismillahirrahmanirrahin.
Segala puji bagi Allah yang telah
menciptakan manusia beserta isinya. Tiada Tuhan selain Allah temapat kita
mencurahkan segalanya. Allah tiadak pernah membedakan umatnya hanya karena
fisiknya, kepandaiannya, kelebihannya, tapi Allah membedakkan umatnya
berdasarkan ketaqwaan yang dimiliki umatnya. Allah adalah satu-satunya yang
kita sembah. Dia-lah Zat yang kita sembah,tempat kita meminta pertolongan dan
ampunannya-Nya. Shalawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan
kita,Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri teladan. Berkat Nabi-lah kita dapat
merasakan dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan
samapai saat ini.
Alhamdulillah kami ucapkan, karena masih
diberikan kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini. Terima kasih
kepada teman-teman yang telah membantu untuk
menyelesaikan makalah ini. Namun penulis menyadari bahwa terdapat
kekurangan di dalam makalah. Oleh
karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin
Wassalamualaikum
wr.wb
Pekanbaru,18
Mei 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A.LATAR BELAKANG................................................................ 1
B.RUMUSAN MASALAH............................................................ 1
C.TUJUAN...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
A.PERKEMBANGAN
ISLAMDISINGAPURA......................... 3
B.SOSIAL BUDAYA ISLAM
DISINGAPURA......................... 6
C. RESPON PEMERINTAH
DIBIDANG SOSIAL BUDAYA 8
BAB III PENUTUP....................................................................................... 14
A.KESIMPULAN........................................................................... 14
B.SARAN....................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang makin hari makin pesat yang tujuannya untuk
memudahkan manusia dalam segala hal, seiring itu pula ilmu pengetahuan agama
dan sejarah agama. Sejarah sangat penting bagi kehidupan manusia, selain
sebagai pengalaman masa lalu juga sebagai sebagai pengalaman untuk bertindak di
kehidupan selanjutnya. Kita tidak bisa baik hari ini jika tidak ada masa lalu
atau sejarah, begitu besar arti sejarah
dalam diri manusia. Tidak banyak orang tau tentang perkembangan islam di asia
tenggara khususnya di Negara Singapura,
sebetulnya telah banyak para ahli menuliskan dan mempelajarinya tapi itu hanya sebagian kecil,
jangan sejarah islam di bangsa atau Negara lain, perkembangan islam di Negara
sendiripun kadang banyak dari sebagian kita
kurang mengetahuinya, bagi mereka yang penting bukanlah sejarah, tapi
ilmu pengetahuan mereka yang sedikit.
Dengan
mengetahui sejarah perkembangan islam di asia tenggara, mendorong munculnya
wawasan sejarah yang luas, di mulai sejarah perkembangan islam di kota-kota
kecil sampai perkembangan islam ke kota-kota besar yang cukup membawa pengaruh
bagi Negara-nagara lain yang menerima islam dengan kehendak mereka sendiri.
Yang
semuanya itu perlu di tinjau dan di lihat kembali buku-buku sejarah yang
mungkin dapat membantu sumber-sumber data yang di perlukan untuk tercapainya
sebuah sejarah yang rinci. Perkembangan dan masuknya islam di Singapura
merupakan topik yang baik dan hangat untuk di ungkapkan dan di pelajari.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dengan
masuknya islam di singapura dengan berbagai cara dan perkembangannya, telah
membawa perkembangan besar dan berarti bagi singapura dan orang-orang yang ada
dan berdiam di sana pada masa itu. Mengingat pembahasan dan kajian ini cukup
luas, maka pemakalah mempunyai batasan dalam pembahasan ini, yaitu:
1. Bagaimana
perkembangan islam di Singapura?
2.
Bagaimana respon pemerintah dibidang
sosial budaya?
C.
TUJUAN
Tujuan dari penulisan
makalah ini untuk memperluas pengetahuan tentang islam di Singapura bagi
penulis sendiri maupun bagi para pembaca yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan
islam di Singapura
Sebagai Negara yang berdiri setelah
perang dunia II singapura meurpakan Negara paling Maju di kawasan Asia
Tenggara. Singapura memiliki Ekonomi atau Perekonomian Pasar yang sangat
maju, yang secara historis berputar di sekitar perdagangan Interpot bersama
Hong Kong, Korea Selatan dan Taiwan, Singapura adalah satu dari Macan
Asia. Namun demikian ditengah kemajuan Singapura sebagai sebuah negara
yang menjadi sentral perdaganagan Asia Tenggara dan memiliki perjalanan
panjang mengenai perjumpaan dengan Islam. Singapura merupakan negara yang
memiliki penduduk Muslim yang Minoritas. Dengan jumlah penduduk sekitar 4,99
Juta jiwa hanya sekitar 14.9 % saja yang memeluk agama Islam. Dan menjadi
agama kedua terbesar setelah Buddha 42,9% di ikuti oleh Ateis 14.8 %,
Kristen 14.6%, Taouisme 8% dan Hinddu 4% serta agama lainnya 0.6%.[1]
Wajah Islam di Singapura tidak jauh
beda dari wajah muslim di negeri jirannya, Malaysia. Banyak kesamaan, baik
dalam praktek ibadah maupun dalam kultur kehidupan sehari-hari. Barangkali
hal ini dipengaruhi oleh sisa warisan Malaysia, ketika Negara kecil itu
resmi pisah dari induknya, Malaysia, pada tahun 1965.
Hal ini jika di
urut melalui sejarahnya, keberadaan Islam di Singapura tak lepas dari
keberdaan Etnis Melayu yang mendiami pulau tersebut. Ditambah
dengan golongan lain yang dikatagorikan sebagai Migran Muslim. Mereka
inilah, terutama migran Arab, sebagai penyandang dana utama dalam
pembangunan masjid masjid, lembaga lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi
Islam.[2]
Sejak
pertengahan abad ke-19, ketika Belanda melakukan tindakan represif dan
pembatasan atas calon haji Indonesia, Singapura menjadi alternatif mereka
sebagai tempat pemberangkatan. Broker-broker perjalan ibadah haji ini
adalah kalangan migran Arab. Berbeda dengan Muslim imigran, masyarakat
Melayu merupakan mayoritas. Mengikuti pembagian Sharon Siddique, mungkin
karena mayoritas migran yang berasal dari dalam wilayah (Jawa, Sumatera,
Riau dan Sulawesi).
Cenderung membawa isteri dan anak
mereka. Dengan demikian rasioseks (khususnya pada komponen mayoritas yang
berbahasa Melayu) lebih seimbang dibanding komunitas-komunitas lain. Kenyataan
yang demikian berakibat pada kelambatan terjadinya asimilasi kemelayuan.
Kelompok migran biasanya mendiami kampung-kampung yang ditata berdasarkan
tempat asal. Dan ini berakibat pada menguatnya bahasa-bahasa etnis dan
adat istiadat. Dengan demikian, karena heteroginitas penduduk Muslim
Singapura, orang bukan mendapatkan suatu komunitas Muslim, namum sejumlah
komunitas Muslim. Hal ini diperkuat dari dalam dengan pelestarian batas-batas
linguistik, tempat tinggal yang berorientasi tempat asal, spesialisasi
pekerjaan, status ekonomi dan berbagai tingkat pendidikan.
Bersamaan dengan itu, gejala yang
terjadi pada migran luar wilayah (Arab dan India) memiliki kecenderungan
terbalik. Migrasi yang mereka lakukan hampir secara eksklusif hanya
dilakukan oleh kaum pria. Dengan mengawini wanita Muslim Melayu, berarti mereka
membangun keluarga keluarga baru di Singapura. Hal ini selanjutnya
memberikan definisi komunitas baru Arab dan Muslim India yang melalui
garis patrilineal memberi identitas pada diri mereka sendiri,
namun menurut garis matrilineal adalah keturunan pribumi. Proses ini
melahirkan suatu komunitas Arab Melayu dan Jawa Peranakan yang mulai
mengidentifikasi diri dengan bahasa Melayu dan dengan adat istiadat serta
kebiasaan lokal.[3]
Dalam perjalanan sejarahnya,
singapura pernah menjadi salah satu pusat islam paling penting di asia
tenggara, hal ini dilihat dari keunggulanya sebagai pintu masuk bagi para
pedagang dari berbagai benua maupun Negara asing atau disebut dengan pusat
perdagangan internasional. Selain sebagai pusat perdagangan, Negara ini sangat
stategis bagi pusat informasi dan dakwah islami atau islamisasi kualitatif
maupun kuntitatif, baik pada masa kesultanan malaka maupun sampai sekarang.
Singapura menjadi sebuah Negara
Republik yang merdeka setelah melepaskan diri dari Malaysia. Saat ini,
Singapura merupakan Negara paling maju diantara negara-negara tetangganya
di kawasan Asia Tenggara. Namun demikian, Islam relative tidak berkembang di negara
ini, baik bila dibandingkan dengan sejarah masa lalunya, maupun bila
dibandingkan dengan perkembangan Islam di negara-negara lainnya di kawasan
Asia Tenggara.
Pada tahun
1940-1950 orang islam boleh kawin dan bercerai dengan mudah melalui beberapa
kodi yang bergerak dari satu tepat ke tempat yang lain. Ketidak teraturan ini
di pergunakan dengan salah guna. Ada kodi yang kurang teliti dalam segi taraf
perkawinan dengan hasrat wali mereka yang sah. Perceraian juga diperbolehkan
dengan senang.[4]
Dalam hal
ini imam-imam atau guru-guru sangat berpengaruh terutama dalam praktek agama,
realitas upacara-upacara sosial ke agamaan dengan berbagai macam negara yang
datang ke Singapura membawa banyak agama
dan kepercayaan.[5]
Namun
pemerintah dalam hal ini bersifat netral , untuk meyakinkan kaum muslimin bahwa
pemerintah memegang prinsip kebebasan dalam beragama dan melindungi keyakinan
mereka, maka MUIS (Majelis Ulama Islam
Singapura ) didirikan di bawah perundang-undangan dan ketentuan AMLA (Administration Of Muslim Law Act OF 1966 ). MUIS
bertanggung jawab dalam mengatur administrasi hukum islam di Singapura,
termasuk mengumpulkan zakat mall, pengaturan perjanjian haji, setipikasi halal,
aktifitas dakwah, mengorganisasi sekolah-sekolah agama, mengorganisasi
pembangunan mesjid dan manajerialnya, pemberian bantuan beasiswa pelajar
muslim, bertugas mengeluarkan patwa agama. KETA dan MUIS di angkat dan di
berhentikan oleh Presiden, melalui usulan dari kelompok muslim.[6]
Dalam bidang pendidikan singapura
menganut sistem pendidikan islam moderen
dari awal hingga sekarang merujuk pada system mesir dan barat sepeti madrasah,
sekolah arab atau sekolah agama, tetapi tidak mengenal pondok pesantren. Ada 4
madrasah terbesar di singapura yaitu:
- Madrasah Aljunied, didirikan pada tahun 1927 M, oleh pangeran Syarif al-Syaid Umar bin Ali Aljuneid dari palembang.
- Madrasah Al-Ma’arif, didirikan pada tahun 1940-an gurunya dari lulusan AL-Azhar Mesir.
- Madrasah Wak Tajung AL- Islamiyah , didirikan tahun 1955 M.
- Madrasah AL-Sagoff, didirikan pada tahun 1912 di atas tanah wakaf Syed Muhammad bin Syed al- Sagoff.[7]
- Sosial budaya islam di Singapura
Sebuah tesis Phd oleh Betts, seorang
ahli sains politik Amerika, mengklaim bahwa masyarakat melayu gagal untuk
merubah dirinya sebelum tahun 1959. Ia menuliskan bahwa banyak perkara tentang
cara hidup orang melayu diakui umumnya tidak selaras dengan keadaan dan
kemajuan yang pesat di Singapura. Disisi lain, faktor-faktor intrinsik dalam
masyarakat Melayu menghalangi penerimaan ataupun internalisasi secara pesat
akan perubahan. Dia menganggap bahwa kampung-kampung dipinggiran Singapura pada
hakikatnya bersifat perdesaan. Faktanya Banyak orang melayu yang merasa
puas hanya dengan bermata pencarian menangkap ikan, bertani, dan aktivitas lain
yang bercorak tradisional tanpa mempedulikan perkembangan zaman.[8]
Hal senada juga diungkapkan oleh
Badlington dalam desertasinya (1974) bahwa masyarakat Melayu belum dapat
merubah dirinya sebelum tahun 1959. Masyarakat melayu selalu dihalangi oleh
kekangan-kekangan budaya yang mendefinisikan menurut garis etnis. Orang bukan
Melayu telah berjaya memutuskan diri sama sekali dari pada kokongan tradisi
yang menghalang pembangunan ekonomi, akan tetapi masyarakat Melayu terus
terpengaruh oleh gerak budaya yang bertentangan. Badlington juga menjelaskan
bahwa pandangan orang Melayu tentang rezeki mengakibatkan fatalisme (menyerah
pada takdir) dan tidak ada usaha untuk meraihnya.
Bagi Badlington, kaum-kaum lain di
Singapura telah berubah sedangkan orang melayu tinggal beku dan tinggal
sejarah, dikekang oleh nilai-nilai budaya mereka. Nilai-nilai yang dibincangkan
oleh Badlington terdiri hanya dari pada yang dianggapnya sebagai negative bagi
kemajuan orang Melayu. Nilai-nilai ini digambarkan sebagai cirri-ciri budaya
yang kekal dan diretifikasi secara abstrak dari pada konteks sosial dan
materialnya.
Menanggapi isi dari pada desertasi
Badlington, yang secara umum memarginalkan kertepurukan ekonomi orang Melayu dilator
belakangi oleh adanya budaya yang kaku dan katalis yang nota bene bersumber
dari syariat Islam berupa Al-Qur’an dan Hadist, perlu disanggah keabsahannya. Justru
sebenarnya penjelasan-penjelasan kemunduran Melayu bukan semata-mata berasal
dari sumber budaya Melayu yang juga melibatkan tafsiran Al-Qur’an. Akan tetapi
juga berasal dari diskriminasi dan perbedaan kesempatan yang diberikan kepada
orang Melayu dan etnis Cina pada awal 1970-an.
Memang harus diakui bahwa mundurnya
sosial budaya orang Melayu dan minimnya semangat untuk bekerja, khususnya
menyoroti kaum wanitanya disebabkan masih dangkalnya pemikiran dan interfretasi
umat dalam memahami syariat. Khususnya tafsiran yang salah kaprah terhadap
Islam, dimana pada masa ini banyak sikap pasif terhadap agama yang dilihat
orang Melayu sebagai menjamin masa depan tanpa perlu berusaha, cukup menyerah
pada takdir dan usaha untuk mengembangkan karir hidupnya, hanya dengan
mencukupi biaya hidup dalam jangka pendek.
Namun disisi lain, pada
kenyataannya, banyak surat kabar di Singapura yang sengaja menggemborkan
keterpurukan ekonomi dan social budaya Melayu identik dengan perdesaan.
Publikasi yang diedarkan oleh berbagai surat kabar seperti The Miror dan
Akhbar Kebangsaan dalam terbitan utamanyamenegaskan bahwa Melayu
kedesaan sifatnya. Isu-isu negatif dari surat kabar ini, akhirnya dibantah oleh
sebuah penerbitan khas keluaran Majelis Hal-Ehwal Islam yang menandaskan
bahwa kenyataannya orang-orang melayu banyak yang memiliki propesi tinggi di
perkotaan, bukan hanya sebatas nelayan, tukan kebun dan pekerjaan-pekerjaan
perdesaan lainnya.
Bila diteliti pula tentang
budaya Melayu yang ingin menjalin antara etnis, biasanya perkawinan yang
dianggap paling selaras adalah pekawinan antara dua komponen yang berbeda suku
namun masih dalam satu agama. Perkawinan semacam ini dianggap selaras atau
sekupu, karena antara dua belah pihak masih memiliki satu visi dan misi, seiman
dan seagama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
- Respon pemerintah dibidang sosial budaya
Kebijakan
pengembangan ekonomi kreatif di Singapura berpijak pada dua sumber, yaitu
kajian Advisory Council on Culture and the Arts (ACCA, 1989) dan Renaissance
City Plans (RCP, 2000). Berdasarkan dua kajian ini, kebijakan pengembangan
ekonomi kreatif di Singapura diintegrasikan dengan proses penyusunan kebijakan
publik, perencanaan tata kota/kewilayahan, serta pembentukan beberapa lembaga
beserta program turunannya. Dalam kajian RCP, sektor seni dan budaya disebut
sebagai aspek yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi Singapura secara
keseluruhan.
Selain itu,
beberapa hal yang terkait dengan kajian RCP adalah aspek daya kompetisi dan
kelayakan hidup, selain juga aspek inovasi dan kreativitas. Beberapa aspek ini
disebut dapat meningkatkan kemampuan masyarakat Singapura untuk menciptakan
konten orisinil, mengembangkan kemampuan yang berskala industri, serta
keterlibatan yang menjangkau komunitas masyarakat secara luas. Sejak pertama
kali dicanangkan pada tahun 2000, implementasi RCP tahap ke tiga mulai
dilaksanakan pada 2008 dan didukung dengan dana investasi sebesar USD 23.25
juta.
Pada tahapan
ini beberapa aspek yang menjadi perhatian utama adalah sebagai berikut:
- Pengembangan konten budaya yang berfokus pada Singapura dan wilayah Asia, beserta pengembangan dan penyebaran karya di panggung dunia.
- Pengembangan ekosistem seni dan budaya secara total, termasuk sektor bisnis dan profesi yang menangani aspek teknis sehingga dapat mendukung para pencipta konten seni dan budaya.
- Menyokong perluasan keterlibatan masyarakat dan sektor privat di bidang seni dan budaya.
Saat ini sektor
seni dan budaya di Singapura telah berkembang pesat, dengan rata-rata 80
kegiatan setiap hari. Masyarakat Singapura secara perlahan mulai melihat
kegiatan seni dan budaya sebagai bagian yang vital bagi kehidupan mereka.
Sebagai perbandingan, sekurangnya 2 dari 5 orang menghadiri kegiatan seni dan
budaya pada tahun 2009, pada tahun 1999
perbandingannya sekitar 1 dari 7 orang. Peningkatan ini disokong oleh berbagai
kegiatan semisal festival, konser musik ataupun kegiatan lain yang berskala
lokal, regional sampai dengan internasional. Selain fasilitas infrastruktur
yang memadai, perkembangan ini juga ditunjang dengan dukungan promosi yang
maksimal.
Untuk
meningkatkan reputasi secara Internasional, pemerintah Singapura juga memberi
dukungan kepada para seniman untuk terlibat dalam berbagai kegiatan di luar
negeri. Lembaga yang secara khusus memberi dukungan kepada seniman Singapura
salah satu contohnya adalah National Arts Council (NAC). Dukungan diberikan
agar karya para seniman Singapura dapat tampil di berbagai kegiatan yang
memiliki reputasi internasional, semisal Venice Biennale (Italia), Ars
Electronica (Austria), Documenta XI (Jerman), dsb. Bersamaan dengan upaya ini,
pemerintah Singapura juga mendorong penyelenggaraan kegiatan internasional di
dalam negeri. Salah satunya adalah peresmian program konferensi seni pertunjukan
global LIVE! Singapura yang diselengarakan pada 2010 di Resorts World Sentosa,
ataupun kegiatan Singapore Biennale yang mulai diselenggarakan pada 2006.
Untuk mendorong
pelibatan masyarakat, pemerintah Singapura juga ikut menyokong berbagai
kegiatan filantropi. Sebagai contoh, para patron dan simpatisan pelestarian
warisan budaya (heritage) di Singapura dikenal sebagai sosok yang ikut terlibat
dalam memberikan dukungan. Pada ajang Patron of Heritage Awards 2009 terkumpul
sekira SGD 11 juta dalam bentuk sumbangan dan pinjaman untuk menyokong program
presevasi dan perawatan peninggalan budaya di Singapura yang melibatkan para
seniman dan budayawan. Contoh lain adalah dukungan bagi penyelenggaraan pameran
seniman muda Singapura di Singapore Art Museum (SAM) yang mendapatkan dukungan
dari Credit Suisse AG pada 2009.
Upaya yang juga
menonjol dalam proses pengembangan potensi ekonomi kreatif di Singapura adalah
keberadaan istitusi pendidikan. Salah satunya adalah keberadaan School of the
Arts (SOTA) yang menawarkan paket pendidikan 6 tahun. Paket pendidikan ini
mengintegrasikan kegiatan seni dengan program pendidikan yang fokus pada proses
eksperimentasi, ekspresi, keterlibatan, serta inovasi multidisiplin yang
memberi penekanan pada nilai keterbukaan dalam lingkungan belajar lintas
budaya. Untuk menyokong upaya ini, berbagai lembaga pendidikan di sektor seni,
budaya dan teknologi yang berkembang di Singapura juga mendatangkan pengajar
internasional dari negara-negara maju. Selain itu, akses pendidikan juga terus
ditingkatkan dengan mengembangkan perpustakaan yang dilengkapi dengan fasilitas
teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Lembaga
strategis yang diserahi peran dalam mengembangkan potensi di sektor seni dan
budaya Singapura adalah Ministry of Information, Communications and the Arts
(MICA). Kementerian ini mengintegrasikan kebijakan yang berorientasi pada
pengembangan infrastruktur telekomunikasi serta akses terhadap pengetahuan dan
teknologi media. MICA memandang sektor seni dan budaya sebagai landasan yang
penting bagi pengembangan kreativitas dan peninggalan budaya. Lembaga ini juga
menyokong sumber-sumber yang dapat menjadi inspirasi artistik dan stimulasi
intelektual, selain pengembangan sumber daya di sektor ekonomi kreatif, serta upaya
peningkatan daya tarik Singapura sebagai tempat tinggal, bekerja, bermain dan
belajar.
Dalam rangkaian
upaya ini, MICA meluncurkan Arts and Culture Strategic Review (ACSR) yang
memproyeksikan pembangunan kebudayaan Singapura sampai tahun 2025. Kajian ini
disusun pada 2010 dan dikembangkan oleh steering committee yang terdiri dari
perwakilan masyarakat, sektor privat, dan praktisi. Tugas dari forum ini adalah
melakukan kajian, mendorong ketelibatan sektor publik dan privat, serta
melakukan promosi dan keberlanjutan pengembangan di sektor terkait.
Beberapa
komponen yang dikembangkan berdasar kajian ACSR adalah sebagai berikut:
- Product: fokus pada kinerja maksimal bagi lembaga dan penciptaan karya terbaik.
- People: mendorong pembentukan komunitas warga dan masyarakat yang memiliki apresiasi serta para praktisi yang dapat mendukung pengembangan sumber daya kreatif, semisal para seniman yang memiliki skill dan kompetensi, para pekerja profesional, ataupun talenta kreatif yang memiliki kualitas ‘bintang’.
- Place: pengembangan wilayah, tempat, ataupun destinasi yang memiliki identitas yang otentik, mudah diakses, serta mampu meninggalkan kesan yang mendalam.
- Participation and Partnership: pembentukan komunitas masyarakat yang memiliki kohesi, akal budi, dan kreatif; agar memiliki rasa kepemilikan terhadap upaya pengembangan sektor sni dan budaya.
Berdasarkan
kebijakan dan strategi yang dikembangkan, pemerintah Singapura tampaknya sangat
serius untuk mengembangkan industri kreatif, dimulai dari membentuk Ministry of
Information and the Arts (MITA) yang kemudian menjadi Ministry of Information
Art and Communication (MICA). Kebijakan inti yang dikembangkan untuk menyokong
upaya ini adalah strategi Renaissance
City 2.0, Media
21, dan Design
Singapore. Melalui strategi ini, beberapa sektor industri yang
dikenali sebagai emerging industries mendapatkan perhatian dalam bentuk
dukungan fasilitas dan anggaran khusus.
Sejak kebijakan
ini dikembangkan, value-added (VA) industri media di Singapura tumbuh dengan
nilai sekitar S$ 5.5 milyar dan mendatangkan pendapatan hingga sekitar S$ 22.4
milyar. Sektor ini mempekerjakan lebih kurang 58 ribu orang dan terdiri dari
beberapa sektor industri terkait, termasuk produksi dan penyiaran TV,
percetakan dan penerbitan, film, musik, juga media interaktif dan digital.
Media interaktif dan digital yang dikembangkan mencakup video games, animasi,
media online/mobile, atau hiburan dalam bentuk baru. Pada perkembangannya,
industri animasi dan games (termasuk media online/mobile) mengalami peningkatan
sekitar 22% dari tahun 2005-2009. Pada tahun 2009 sektor ini memberi kontribusi
sekitar S$ 867 juta dalam VA, menyokong pendapatan sekitar S$ 1.5 milyar, serta
mempekerjakan sekitar 7.400 orang.
Model
pembiayaan terhadap industri kreatif di Singapura adalah sebagai berikut:
- Pemerintah membiayai pelaku yang mengembangkan industri kreatif yang sejalan dengan visi Singapura. Mereka dibiayai antara 30%-70% dari proposal yang diajukan.
- Dana tersebut baik berupa hibah maupun pinjaman (perbankan/venture capital).
- Pemerintah membuat venture capital atau memberikan kemudahan kepada swasta yang mendirikan venture capital.
- Kerjasama pelaku dengan venture capital minimal 2 tahun maksimal 5 tahun. Kerjasama ini tergantung pada jenis usaha. Jika menggunakan teknologi tinggi, kerjasama dapat dikembangkan selama 5 tahun.
- Pembagian keuntungan dibagi proporsional sesuai dengan nilai investasinya.
- Jika berupa pinjaman, bunga yang diterapkan berkisar 4% – 5% tahun.
- Diberikan keringanan pajak hingga tidak perlu membayar pajak perusahaan bagi perusahaan yang baru selama 2 tahun.
BAB
III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Islam relative
tidak berkembang di negara ini, baik bila dibandingkan dengan sejarah masa
lalunya, maupun bila dibandingkan dengan perkembangan Islam di negara-negara
lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Sedangkan
sosial budaya islam disingapura sangat tidak mendapatkan respon pemerintah
karena banyak surat kabar di Singapura yang sengaja menggemborkan keterpurukan
ekonomi dan social budaya Melayu identik dengan perdesaan. Berbeda dengan
sosial budaya yang digunakan untuk mengembangkan ekonomi singapura. Pemerintah
sangat mendukung dalam hal tersebut bahkan pemerintah ikut serta membiayai dan
mendukung penuh.
- Saran
Didalam
penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu dihimbau untuk para pembaca memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun agar penulis dapat memperbaiki tulisannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (ed.). Tradisi
dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Terj. Rochman Achwan. Jakarta:
LP3ES,1988
Abd. Ghopur, Handout Mata Kuliah Study Islam
Asia Tenggara
Asmal May dan Aripudin, Handoud Mata
Kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara
Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara,
(Pekanbaru: Alaf Riau, 2006)
Suhaimi, M.Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara, Unri
Press, Cetakan Kedua, 2010,
Suhaimi, Cahaya Islam Di Ufuk Asia Tenggara,
Pekanbaaru, Suska Perss UIN Suska Riau, 2008
Taufiq abdullah(Ed.), Islam Di-Indonesia, Tinta Mas
Jakarta, 1974
http://id.wikipedia.org/wiki/Singapura,
15/05/2015,13:34 WIB.
http://www.idcewatch.com/dukungan-kebijakan-ekonomi-kreatif/
[1]
Munzir Hitami,
Sejarah Islam Asia Tenggara, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2006), hlm. 32.
[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/Singapura, 15/05/2015,13:34 WIB.
[3]
Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (ed.). Tradisi dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Terj.
Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES,1988.hlm. 390
[4]
Suhaimi, Cahaya Islam Di Ufuk Asia Tenggara, Pekanbaaru, Suska Perss UIN Suska Riau, 2008, hlm 172
[5]
Asmal May dan M. Arifuddin, op. cit,
hlm 117
[6]
Abd. Ghopur, op. cit, hlm 34
[7]
ibit
[8]
http://ar-sembilan.blogspot.com/2013/11/sosial-budaya-islam-di-asia-tenggara.html
As claimed by Stanford Medical, It is really the SINGLE reason women in this country get to live 10 years more and weigh 42 pounds lighter than we do.
ReplyDelete(And by the way, it has absolutely NOTHING to do with genetics or some hard exercise and EVERYTHING around "HOW" they are eating.)
BTW, What I said is "HOW", and not "what"...
Click this link to find out if this little questionnaire can help you release your real weight loss potential